Senin, 23 November 2015

“ASUHAN KEPERAWATAN SISTEM INTEGUMEN : INFEKSI BACTERIAL”

BAB 1
PENDAHULUAN
1.1    Latar belakang
Sistem integumen adalah sistem organ yang membedakan, memisahkan dan melindungi terhadap lingkungan sekitarnya. Sistem ini seringkali merupakan bagian sistem organ yang terbesar yang mencakup kulit, rambut, bulu, sisik, kuku, kelenjar keringat dan produknya (keringat atau lendir). Kata integumen berasal dari bahasa Latin "integumentum", yang berarti "penutup".
                     Secara ilmiah kulit adalah lapisan terluar yang terdapat diluar jaringan yang terdapat pada bagian luar yang menutupi dan melindungi permukaan tubuh, kulit merupakan organ yang paling luas permukaan yang membungkus seluruh bagian luar tubuh sehingga kulit sebagai pelindung tubuh terhadap bahaya bahan kimia.
Kulit atau integumen dapat terserang penyakit. Penyakit kulit adalah penyakit infeksi yang paling umum, terjadi pada orang-orang dari segala usia. Infeksi pada kulit dapat terjadi salah satunya karena infeksi bakteri. Sebagian besar pengobatan infeksi kulit membutuhkan waktu lama untuk menunjukkan efek. Masalahnya menjadi lebih mencemaskan jika penyakit tidak merespon terhadap pengobatan. Tidak banyak statistik yang membuktikan bahwa frekuensi yang tepat dari penyakit kulit, namun kesan umum sekitar 10-20 persen pasien mencari nasehat medis jika menderita penyakit pada kulit.

1.2    Rumusan Masalah
1.      Bagaimana konsep dasar dari penyakit hipertensi?
2.      Bagaimana konsep asuhan keperawatan kepada pasien dengan hipertensi?

1.3    Tujuan Penulisan
1.3.1 Tujuan Umum
 Untuk  memahami secara umum konsep dari Infeksi Bacterial Pada Integumen
1.3.2  Tujuan Khusus
1.      Agar mahasiswa mengetahui dan memahami mengenai sistem integumen  pada manusia.
2.      Agar mahasiswa mengetahui dan memahami infeksi pada kulit yang disebabkan oleh bakteri
3.      Agar mahasiswa mengetahui dan memahami macam-macam infeksi bakteri pada kulit

1.4         Manfaat Penulisan
1.      Dapat menambah wawasan pembaca mengenai hal-hal apa saja yang perlu dipahami mengenai infeksi baktei pada sistem integumen
2.      Bagi perawat atau tenaga kesehatan dapat membuat dan melaksanakan asuhan keperawatan pada pasien yang menderita penyakit pada sistem integumen akibat infeksi bakteri
BAB 2
PEMBAHASAN
2.1 Sistem Integumen
2.1.1 Pengertian Sistem Integumen
Kata integumen ini berasal dari bahasa Latin "integumentum" yang berarti "penutup". Sistem integumen atau biasa disebut kulit adalah sistem organ yang membedakan, memisahkan, melindungi, dan menginformasikan manusia terhadap lingkungan sekitarnya dan merupakan organ yang paling luas, dimana orang dewasa luasnya mencapai lebih dari 19.000 cm.
Sistem integumen meliputi kulit dan derivatnya. Kulit yang sebenarnya adalah lapisan penutup yang umumnya terdiri atas dua lapisan utama yang letaknya disebelah luar jaringan ikat, kendur.Sedangkan derivat integumen meliputi struktur-struktur tertentu yang secara ontogeni berasal dari salah satu dari kedua lapisan utama pada kulit yang sesungguhnya yaitu epidermis dan dermis.Stuktur-struktur tersebut mencakup kulit, rambut, bulu, sisik, kuku, kelenjar keringat dan produknya (keringat atau lendir).

2.1.2 Fungsi Integumen
1.      Perlindungan
Kulit yang menutupi sebagian besar tubuh memiliki ketebalan sekitar 1 atau 2 mm saja, padahal kulit memberikan perlindungan yang sangat efektif terhadap invasi bakteri dan benda asing lainnya.
2.      Sensibilitas
Ujung- ujung reseptor serabut saraf pada kulit memungkinkan tubuh untuk memantau secara terus menerus keadaan lingkungan disekitarnya. Fungsi utama reseptor pada kulit adalah untuk mengindra suhu, rasa nyeri, sentuhan yang ringan dan tekanan (sntuhan yng berat). Berbagai ujung saraf bertanggung jawab untuk bereaksi terhadap setiap stimuli yang berbeda. Meskipun terbesar diseluruh tubuh, ujung-ujung saraf lebih terkonsentrasi pada sebagian daerah dibandingkan bagian lainnya. Sebagai contoh, ujung-ujung jari tangan jauh lebih terinervasi ketimbang kulit pada bagian punggung tangan.
3.      Keseimbangan Air
Stratum korneum (lapisan tanduk) memiliki kemampuan untuk menyerap air dan dengan demikian akan mencegah kehilangan air serta elektrolit yang berlebihan dari bagian internal tubuh dan pembertahankan kelembaban dalam jaringan subkutan.
4.      Pengaturan Suhu
Suhu tubuh merupakan keseimbangan antara peningkatan panas dan kehilangan panas. Mekanisme termoregulasi utama adalah hipotalamus. Bila suhu tubuh meningkat mekanisme bekerja, sehingga panas dihilangkan dari tubuh, bila suhu tubuh turun, panas diubah sampai suhu mendekati normal. Kulit melakukan peran ini sengan cara mengeluarkan keringat dan mengerutkan  (otot berkontraksi) pembuluh darah kulit
5.      Produksi Vitamin
Kulit yang terpajan sinar ultraviolet dapat merubah subtansi yang diperlukan untuk mensintesis vitamin D (kolekalsiferol). Vitamin D merupakan unsur esensial untuk mencegah penyakit riketsia, suatu keadaan yang terjadi akibat defisiensi vitamin D, kalsium serta fosfor dan yang menyebabkan deformitas tulang

2.1.3 Komponen Integumen
Secara rinci, integumen dapat dibedakan sebagai berikut:
A. Kulit
Kulit adalah bagian terluar tubuh. Beratnya ± 4,5 kg menutupi area seluas 18 kaki persegi dengan BB 75 kg. Dilihat dari strukturnya, kulit terdiri dari dua lapis, paling luar disebut epidermis tersusun atas epithelium, skuamosa bergaris, dan lapisan di bawahnya disebut dermis tersusun dari jaringan ikat tidak beraturan. Kedua lapisan tersebut berlekatan dengan erat. Tepat di bawah dermis terdapat lapisan hypodermis atau fasia superficial yang terutama tersusun dari jaringan adiposa yang bukan bagian dari kulit. Lapisan ini banyak mengandung lemak.
a.       Epidermis
Epidermis merupakan permukaan kulit paling luar dengan tebal ± 0,07 – 0,12 mm. Epidermis tersusun dari lapisan epitelium bergaris, mengandung sel-sel pigmen yang memberi warna pada kulit dan berfungsi melindungi kulit dari kerusakan oleh sinar matahari.
Epidermis terdiri dari beberapa lapis sel, yaitu:
1.      Stratum korneum (lapisan paling luar), yang disebut juga lapisan bertanduk, karena lapisan ini tersusun dari sel-sel pipih berkeratin yang merupakan sel-sel mati.  
2.      Stratum lusidium, yaitu lapisan di bawah stratum korneum yang nampak lebih terang disebabkan akumulasi dari molekul keratin.   
3.      Stratum granulosum, yaitu lapisan di bawah stratum lusidium  yang merupakan daerah dimana sel-sel mulai mati karena terakumulasinya molekul bakal keratin yang memisahkan sel-sel ini dari daerah dermal.  
4.      Stratum germinativum, yaitu lapisan epidermis yang berbatasan langsung dengan dermis.
b.      Dermis
Dermis tersusun atas jaringan ikat. Seperti pada epidermis, ketebalannya tidak merata, misalnya dermis pada telapak tangan dan telapak kaki lebih tebal daripada di bagian kulit yang lain.
Dermis terdiri dari dua daerah utama, yaitu:
1.      Lapisan papilar, merupakan lapisan dermal paling atas, sangat tidak rata, bagian bawah papila ini nampak bergelombang. Proyeksi seperti kerucut yang menjorok ke arah epidermis yang disebut papila dermal. Jaringan kapiler yang banyak pada lapisan papilar menyediakan nutrien untuk lapisan epidermal dan memungkinkan panas merambat ke permukaan kulit. Reseptor sentuhan juga terdapat dalam lapisan dermal.
2.      Lapisan reticular, merupakan lapisan kulit paling dalam, mengandung banyak arteri dan vena, kelenjar keringat dan sebaseus, serta reseptor tekanan. Baik lapisan papilar maupun lapisan retikuler banyak mengandung serabut kolagen dan serabut elastin. Pada seluruh dermis juga mengandung fibroblas, sel-sel adiposa, berbagai jenis makrofag yang sangat penting bagi pertahanan tubuh dan berbagai jenis sel yang lain. Dermis juga memiliki banyak pembuluh darah, yang memungkinkan berperan melakukan regulasi suhu tubuh. Dermis juga kaya akan pembuluh limfa dan serabut-serabut saraf.





B.  Derivat Kulit
Rambut, kuku, dan kelenjar kulit merupakan derivat dari epidermis meskipun berada dalam dermis, mereka berasal dari stratum germinativum yang tumbuh ke arah bawah ke bagian yang lebih dalam dari kulit.
a.       Kelenjar kulit
Kelenjar kulit dibedakan menjadi dua macam yaitu kelenjar sebasea (kelenjar minyak) dan kelenjar keringat.
1.      Kelenjar minyak, terdapat hampir di semua permukaan kulit kecuali di daerah-daerah yang tidak berambut seperti telapak tangan dan telapak kaki. Saluran kelenjar minyak biasanya bermuara pada bagian atas folikel rambut, dan langsung ke permukaan kulit, seperti pada glans penis, glans klitoris, dan bibir. Sekresi kelenjar minyak disebut sebum, berfungsi sebagai pelumas yang memelihara kulit tetap halus, serta rambut tetap kuat.
2.      Kelenjar keringat, merupakan kelenjar eksokrin yang ekskresinya dikeluarkan melalui pori-pori yang tersebar luas di seluruh permukaan kulit. Kelenjar keringat dibedakan menjadi dua macam berdasarkan sekresinya, yaitu: kelenjar ekrin dan kelenjar apokrin, kelenjar ekrin tersebar di seluruh permukaan tubuh memproduksi keringat jernih yang terutama mengandung air, NaCl, dan urea, sedangkan kelenjar apokrin dijumpai pada ketiak dan daerah genital.
b.      Rambut
Rambut dijumpai di seluruh permukaan tubuh kecuali pada permukaan tangan, permukaan kaki, dan bibir. Rambut dibungkus oleh folikel rambut, yaitu suatu invaginasi epidermis yang terjadi selama periode pertumbuhan dengan suatu pelebaran ujung yang dinamakan bulbus rambut. Di bagian dalam dermis terdapat pita kecil dari otot polos yang disebut pili arektor, menghubungkan salah satu sisi folikel rambut ke lapisan papila dermis. Bila otot ini berkontraksi pada saat dingin atau takut, maka batang rambut akan ditarik ke atas ke posisi yang lebih vertikal. Fenomena ini pada manusia sering disebut “tegak bulu roma”.
c.   Kuku
Kuku merupakan derivat epidermis yang berupa lempeng-lempeng zat tanduk, terdapat pada permukaan dorsal ujung jari tangan dan jari kaki. Kuku terdiri dari bagian akar dan bagian badan. Dilihat dari atas, pada bagian proksimal badan kuku terdapat bagian putih berbentuk bulan sabit yang disebut lunula.
2.2 Infeksi pada Kulit
2.2.1 Defenisi Infeksi pada Kulit
Infeksi merupakan proses invasif oleh organisme dan berproliferasi  di dalam tubuh sehingga menimbulkan penyakit (Potter & Perry, 2005). Infeksi pada kulit dapat ditimbulkan salah satumya karena bakteri.

2.2.2 Infeksi Bakteri (Pioderma) 
Infeksi bakteri pada kulit bisa primer atau sekunder. Pada kedua keadan ini, beberapa jenis mikroorganisme dapat terlibat, misalnya Staphylococcus aureus atau streptokus
grup A.
1.      Infeksi kulit primer
Infeksi kulit primer berawal dari kulit yang sebelumnya tampak normal dan biasanya infeksi ini disebabkan oleh satu macam mikroorganisme. Infeksi bakteri primer yang paling sering terjadi, antara lain:
  1. Impetigo bulosa.
  2. Folikulitis.
  3. Furunkel (bisul).
  4. Karbunkel.
2.      Infeksi kulit sekunder
Infeksi kulit sekunder terjadi akibat kelainan kulit yang sudah ada sebelumnya atau akibat disrupsi keutuhan kulit karena cedera atau pembedahan.

2.2.3 Etiologi dan Manifestasi Infeksi Bakteri
Terdapat berbagai macam bakteri yang dapat menyebabkan penyakit pada tubuh manusia. Infeksi bakteri dapat ditularkan melalui udara, air, tanah, makanan, cairan  dan jaringan tubuh serta benda mati. Bakteri patogen memiliki kemampuan untuk menularkan, melekat dan menginvasi ke sel inang, toksikasi, serta mampu mengelabuhi sistem imun, beberapa memiliki gejala dan beberpa lagi asimptomatik.
Beberapa bakteri yang dapat menyebabkan infeksi antara lain.
1.      Infeksi Bakteri Streptokokus
Bakteri ini dapat menyebabkan beberapa infeksi, salah satunya selulitis. Sellulitis adalah infeksi bakteri serius pada kulit yang umum terjadi. Cellulitis muncul sebagai daerah bengkak merah pada kulit yang terasa panas dan lunak, dan dapat menyebar cepat. Kulit pada kaki bagian bawah yang paling sering terkena, meskipun cellulitis dapat terjadi di manapun pada bagian tubuh atau wajah.
Sellulitis dapat hanya mempengaruhi permukaan kulit atau, juga dapat mempengaruhi jaringan di bawah kulit dan dapat menyebar ke kelenjar getah bening dan aliran darah. Jika tidak diobati, infeksi dapat menyebar cepat. Oleh karena itu, maka penting untuk mencari perawatan medis segera jika gejala cellulitis terjadi.
Sellulitis terjadi ketika satu atau lebih jenis bakteri masuk melalui celah di kulit. Dua jenis bakteri yang paling umum penyebab cellulitis adalah streptococcus dan staphylococcus. Kejadian infeksi staphylococcus yang lebih serius disebut methicillin resistant Staphylococcus aureus (MRSA).
Meskipun selulitis dapat terjadi di manapun pada tubuh, lokasi yang paling umum adalah kaki bagian bawah. Daerah kulit yang sering terganggu, seperti bagian yang pernah menjalani operasi terakhir, luka, luka tusuk, maag, atau dermatitis. Karena pada bagian tersebut merupakan daerah yang paling mungkin bagi bakteri untuk masuk. Beberapa jenis gigitan serangga atau laba-laba juga dapat menularkan bakteri. Daerah kering, kulit terkelupas juga dapat menjadi titik masuk bagi bakteri.
Kemungkinan tanda dan gejala cellulitis meliputi:
1.      Kemerahan
2.      Bengkak
3.      Lunak
4.      Nyeri
5.      Hangat
6.      Demam
Perubahan pada kulit mungkin disertai dengan demam. Seiring berjalannya waktu, daerah kemerahan cenderung untuk meluas. Bintik-bintik merah kecil mungkin muncul di atas kulit yang memerah.
2.      Infeksi Haemophilus Influenzae
Bakteri ini merupakan penyebab penting selulitis superfisial sekunder pada anak yang sering berhubungan dengan otitis media ipsilateral.
3.      Infeksi Bakteri Stafilokokus
a.       Folikulitis
Infeksi pada bagian superfisial dari folikel rambut oleh Staphylococcus aureus menimbulkan pustula kecil dengan dasar yang kemerahan pada tengah – tengah folikel. Sering terlihat pada daerah dagu laki-laki yang mencukur janggutnya dan pada tungkai wanita.
b.      Furunkel (bisul)
Merupakan inflamasi kulit akut yang timbul dalam satu atau lebih folikel rambut dan menyebar ke lapisan dermis sekitarnya. Lebih sering terjadi pada daerah yang mengalami iritasi, seperti: posterior leher, aksila atau pantat (gluteus). Infeksi dalam folikel rambut yang disebabkan oleh S. Aureus. Manifestasinya berupa timbul abses yang nyeri pada tempat infeksi dan sesudah beberapa hari terjadi fluktuasi dan titik-titik yang merupakan pusat pustula. Begitu inti di bagian tengah nekrosis hancur, lesi akan menghilang secara bertahap.
c.       Karbunkel
Merupakan abses pada kulit dan jaringan subkutan yang menggambarkan perluasaan sebuah furunkel yang telah menginvasi beberapa buah folikel rambut. Karbunkel paling sering ditemukan pada daerah yang kulitnya tebal dan tidak elastis. Infeksi yang dalam oleh S. Aureus pada sekelompok folikel rambut yang berdekatan. Manifestasi awal yang muncul adalah lesi berbentuk kubah yang lunak serta kemerahan, setelah beberapa hari terjadi supurasi dan nanah keluar dari muara- muara folikel.
d.      Impetigo
Infeksi superfisial yang menular yang mempunyai dua bentuk klinis, yaitu nonbulosa dan bolusa. Impetigo disebabkan oleh Streptokokus dan S. Aureus. Manifestasinya berupa lesi yang dapat timbul dimana saja. Pada impetigo nonbulosa lesi awal berupa pustula kecil, kemudian pecah dengan memperluas daerah eksudasi dan terbentuk krusta yang akan lepas dan meninggalkan daerah kemerahan. Sedangkan pada impetigo bulosa timbul lepuhan – lepuhan besar dan superfisial. Ketika lepuhan besar tersebut pecah akan terjadi eksudasi dan terbentuk krusta, dan stratum korneum pada bagian tepi lesi akan mengelupas kembali.

2.3.4 Patofisiologi Infeksi Bakteri
Infeksi bakteri terjadi ketika terdapat inokulum bakteri yang jumlahnya mencapai 100.000 organisme per ml eksudat, atau per gram jaringan, atau per mm2 daerah permukaan. Itu kemudian ditunjang dengan lingkungan yang rentan terhadap bakteri seperti air, elektrolit, karbohidrat, hasil pencernaan protein, dan darah. Hilangnya resistensi pejamu terhadap infeksi (sawar fisik yang terganggu, respon biokimiawi/humoral yang menurun, respon selular yang menurun).
`           Bakteri menimbulkan beberapa efek sakitnya dengan melepaskan senyawa berikut:
1.      Enzim               : Hemolisin, Streptokinase, Hialuronidase
2.      Eksotoksin       : Tetanus, Difteri yang dilepaskan bakteri intak gram positif
3.      Endotoksin      : Lipopolisakaridase (LPS) dilepaskan dari dinding sel saat kematian bakteri
Setelah kulit terpapar bakteri, timbul respon inflamasi seperti rubor (kemerahan), tumor (pembengkakan), dolor (nyeri), dan kalor (panas). Setelah itu rekasi inflamasinya menetap, sedangkan infeksinya menghilang. Infeksi kemudian menyebar melalui beberapa cara, yaitu: 
1.      Langsung ke jaringan sekitar;
2.      Sepanjang daerah jaringan;
3.      Melalui sistem limfatik; dan
4.      Melalui aliran darah.
Setelah infeksi menyebar, muncul abses. Abses ini merupakan respon kekebalan tubuh terhadap infeksi yang muncul. Jika dirawat dengan baik, akan muncul jaringan granulasi, fibrosis, dan jaringan parut. Namun jika tidak ditangani secara baik, akan menyebabkan infeksi kronis, yakni menetapnya organisme pada jaringan yang menyebabkan respon inflamasi kronis (Pierce & Borley, 2007) 

2.2.5 Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Infeksi Bakteri
Berikut adalah faktor-faktor yang mempengaruhi infeksi bakteri pada manusia:
a.      Adhesi
Fimbriae (pili) adalah struktur yang menyerupai rambut yang terdapat pada tubuh bakteri. Pili berfungsi membantu bakteri menempelkan tubuhnya pada lokasi infeksi. Kondisi penempelan ini disebut sebagai adhesi. Hal ini tidak terjadi secara kebetulan, reaksi tertentu membantu terjadinya adhesi. Reseptor permukaan pada sel-sel epitel dan struktur perekat (adhesin) pada permukaan bakteri terlibat dalam reaksi adhesi ini. Struktur perekat (adhesin) terdapat pada fimbriae/pili. Adhesin mengandung faktor virulensi yang membuat rantai virulen bakteri. Bila adhesin hilang, bakteri menjadi avirulen. Jadi, orang yang diimunisasi dengan adhesin tertentu akan membuat tubuh membentuk kekebalan terhadap infeksi bakteri tertentu.
b.      Daya Serang
Bakteri yang menyerang jaringan tubuh inang bisa menimbulkan infeksi pada skala luas atau hanya infeksi lokal. Misalnya, infeksi luka dapat menyebabkan septikemia streptokokus yang merupakan jenis infeksi luas. Sedangkan infeksi abses Staphylococcus lebih bersifat lokal.
c.       Jenis Toksin
Bakteri mampu menghasilkan toksin yang menyebabkan infeksi pada tubuh.
Ada dua jenis toksin yang dihasilkan oleh bakteri, yaitu:  
1.      Eksotoksin
Eksotoksin dapat berdifusi pada media di sekitarnya dan sangat berbahaya meskipun dalam jumlah yang sangat sedikit. Terdapat beberapa eksotoksin yang terkenal sebagai zat paling beracun di dunia, misalnya toksin Botullinum. Satu juta marmut dapat dengan hanya 1 mg toksin Botullinum. Eksotoksin umumnya dihasilkan oleh bakteri gran positif dan beberapa bakteri bram negatif, seperti E. Coli, Cholera vibrio, dll. Eksotoksin menunjukkan afinitas spesifik terhadap jaringan tertentu dan setiap eksotoksin memiliki efek yang berbeda pada masing-masing inang.
2.      Endotoksin
Endotoksin mudah hancur karena panas. Endotoksin merupakan bagian integral dari dinding sel bakteri gram negatif. Endotoksin terbuat dari kompleks polisakarida-protein-lipid yang sangat stabil terhadap panas. Lipid A merupakan komponen yang mempengaruhi toksisitas endotoksin. Komponen ini akan dilepaskan ke media sekitarnya hanya ketika dinding sel bakteri hancur. Endotoksin akan berbahaya hanya ketika terdapat dalam jumlah banyak. Jenis toksin ini tidak memiliki aktivitas farmakologis tertentu dan memiliki efek sama pada seriap inang.

2.2.6 Macam - Macam Penyakit Infeksi Bakteri Pada Kulit
1.      Impetigo
Impetigo adalah infeksi bakteri akut yang terjadi secara superfisial pada kulit sebagai vesikel serosa dan purulen yang kemudian ruptur dan membentuk krusta emas. Serig terjadi pada anak. Lokasi umumnya adalah wajah, tetapi dapat juga mengenai ekstrimitas. Organisme penyebabnya adalah Streptococci β-hemolitik dan Staphylococci koagulase-positif.

2.      Folikulitis
Folikulitis adalah infeksi bakteri kulit yang berasal dari dalam folikel rambut. Organisme penyebabnya biasanya Staphylococci. Lesi dasarnya berupa papula atau makula kemerahan yang mengitari folikel rambut. Faktor pencetusnya meliputi higiene yang buruk dan maserasi. Bila tidak diobati dapat meluas ke batang rambut dan lapisan kulit yang lebih dalam. Pengobatan biasanya dengan antibiotik sistemik.
3.      Bisul (Furunkel)
Bisul disebabkan karena adanya infeksi bakteri Stafilokokus aureus pada kulit melalui folikel rambut, kelenjar minyak, kelenjar keringat yang kemudian menimbulkan infeksi lokal. Faktor yang meningkatkan risiko terkena bisul, antara lain kebersihan yang buruk, luka yang terinfeksi, pelemahan diabetes, kosmetika yang menyumbat pori dan pemakaian bahan kimia. Beberapa kasus furunkel memerlukan terapi antibiotik sistemik.
4.      Karbunkel
Karbunkel adalah abses stafilokokal besar yang mengeularkan cairan melalui lubang pori-pori pada permukaan kulit. Hampir setiap kasus karbunkel memerlukan terapi antibiotik sistemik.
5.      Kusta atau Lepra
Kusta adalah penyakit infeksi kronis yang di sebabkan oleh Mycobacterium lepra yang interseluler obligat, yang pertama menyerang saraf tepi, selanjutnya dapat menyerang kulit, mukosa mulut, saluran nafas bagian atas, sistem endotelial, mata, otot, tulang, dan testis dan pembuluh darah. Penyakit ini disebut juga penyakit Hansen atau Penyakit Morbus Hansen . tanda dan gejala utama lepra adalah adnya lesi kulit seperti makula, papula, nodula, timbul tanpa rasa gatal, terasa panas setiap lesi atau invasi saraf yang terkena tessenibilitas (sentuhan, suhu), gejala berupa febris, malaise, nyeri saraf, tulang, sendi, rinitis, dll.
2.2.7 Penatalaksanaan
Jenis Infeksi
Penatalaksanaan
Impetigo
Topikal : membersihkan lesi dengan antiseptic. Bila lesi basah, lesi dikompres dengan larutan permanganas kalikus 1/10.000. Bila lesi kering, olesi dengan salep yang mengandung mupirosin 2%. Antibiotik topikal lain yang dapat dipakai adalah asam fusidat dan gentamisin
Sistemik : obat pilihan ialah penisilin V per oral. Dapat juga diberikan irtromisin, amoksisilin, atau sefalosporin.
Impetigo Bulosa
Topikal : sama dengan penatalaksanaan pada impetigo.
Sistemik : oral
Kloksasilin 50-100 mg/kgBB/hari dibagi dalam 2-4 dosis.
Dikloksasilin 25-50 mg/kgBB/hari
Floksasilin.
Folikulitis
Topikal : membersihkan lesi dengan air dan desinfektan. Memberikan salep atau krim antiniotika.
Sistemik : antibiotik per oral misal ertromisin, klindamisin atau sefaloseforin.
Furunkel dan Karbunkel
Lesi permulaan yang belum berfluktuasi dan belum bermata dikompres panas dan diberi antibiotik oral (penisilin).
Jika lesi telah matang dan bermata dilakukan insisi dan drainase. Antibiotik topikal yang dapat digunakan adalah basitrasin, neomisin, asam fusidat atau muipirosin.
Selulitis
Topikal : jika lesi basah, kompres dengan permanganas kalikus. Jika kering, olesi krim antibiotik.
Sistemik : berikan antibiotik per oral

2.2.8 Komplikasi
Pada kasus folikulitis, furunkel dan karbunkel dapat menyebabkan terjadinya pembentukan jaringan parut, bakteremia atau selulitis, dan penyebaran kuman yang meluas dapat menyebabkan cacat pada katup jantung atau arthritis pada persendian. Selulitis sendiri juga bisa mengarah pada terjadinya sepsis (selulitis yang tidak diobati) dan juga penyebaran meluas ke lebih banyak jaringan tubuh. Selulitis pada ekstremitas bawah lebih besar kemungkinan menjadi tromboflebitis pada pasien lansia.



BAB 3
ASUHAN KEPERAWATAN
3.1    Pengkajian 
3.1.1        Anamnesa
1.    Identitas/ data demografi
Identitas yang dikaji meliputi nama, usia, jenis kelamin, pekerjaan yang sering terpapar sinar matahari secara langsung, tempat tinggal sebagai gambaran kondisi lingkungan dan keluarga,  dan keterangan lain mengenai identitas pasien. Keluhan UtamaNyeri pada kulit dan perubahan bentuk pada kulit
2.    Riwayat Penyakit Sekarang
Berisi tentang kapan terjadinya penyakit kulit yang diderita, apakah ada keluhan yang paling dominan seperti sering gatal/ menggaruk pada area mana, ada lesi pada kulit penyebab terjadinya penyakit, apa yang dirasakan klien dan apa yang sudah dilakukan untuk mengatasi sakitnya sampai pasien bertemu perawat yang mengkaji.
3.    Riwayat penyakit keluarga
Adanya riwayat penyakit kulit akibat infeksi jamur, virus, atau bakteri
4.    Riwayat psikososial
Perasaan dan emosi yang dialami penderita sehubungan dengan penyakitnya serta tanggapan keluarga terhadap penyakit penderita.
3.1.2        Pemeriksaan Fisik Integumen
1.    Warna
Pemeriksaan fisik pada infeksi bakteri, ditemukan karakteristik lesi adalah vesikel yang berkembang menjadi sebuah bula kurang dari 1 cm pada kulit normal, dengan sedikit atau tidak ada kemerahan disekitarnya. Awalnya vesikel berisi cairan bening yang menjadi keruh.bula akan pecah, pabila bula pecah akan meninggalkan jaringan parut di pinggiran..
2.    Kelembapan
Kelembapan kulit yang dikaji adalah tingkat hidrasi kulit terhadap basah dan minyak. Kelembapan biasa dipengaruhi oleh usia. Semakin tua usia seseorang, kelembapan akan semakin menurun. Apabila ada infeksi bakteri, virus, dan jamur maka kelembapan akan cenderung mengering atau basah disekitar lesi.


3.    Suhu
Suhu dikaji menggunakan dorsal tangan secara keseluruhan. Dalam keadaan normal permukaan kulit akan terasa hangat secara keseluruhan. Apabila ada infeksi biasanya akan memyebabkan hipertermi.
4.    Turgor
Turgor adalah elastisitas kulit. Pengkajian fisik bisa dilihat dengan cara mencubit kulit, berapa lama kulit dan jaringan dibawahnya kembali ke bentuk semula. Angka normal turgor  < 3 detik.
5.    Texture
Texture bisa dilihat dengan menekankan ibu jari secara lembut ke daerah kulit.Normal terasa halus, lembut dan kenyal.Abnormal terasa bengkak atau atrofi.
6.    Lesi
Lesi dilihat dimana lokasinya, distribusi, ukuran, warna, adanya drainase.
7.    Edema
Edema adalah penumpukan cairan yang berlebih pada jaringan.Pemeriksaan pitting edema dilakukan pada tibia dan kaki.Yang perlu dikaji dari edema adalah konsistensi, temperature, bentuk, mobilisasi.
8.    Odor
Odor atau bau ditemui apabila ada bakteri pada kulit, infeksi, hygine tidak adekuat.
9.    Kuku
Inpeksi : ketebalan, waran, bentuk, tekstur
Palpasi : CRT 3-5 detik.
3.2  Diagnosa keperawatan
1.      Nyeri (akut) berhubungan dengan kerusakan saraf perifer
2.      Hipertermia berhubungan dengan proses inflamasi.
3.      Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan kerusakan struktur lapisan dermis
4.      Gangguan citra tubuh berhubungan dengan lesi dan perubahan struktur kulit
5.      Ansietas berhubungan dengan proses penyakit.
3.3  Intervensi dan Rasional 
3.3.1        Nyeri (akut) berhubungan dengan gangguan kenyamanan
          Ditandai dengan :
1.    Keluhan nyeri pada pasien
2.    Perilaku melindungi/distraksi, gelisah, merintih, focus pada diri sendiri, nyeri wajah,tegangan otot.
3.    Respon otonomik.
Tujuan : dalam waktu 1x24 jam nyeri dapat berkurang/hilang atau teradaptasi
Kriteria Hasil :
1.    Secara subjektif melaporkan nyeri berkurang atau dapat diadaptasi. Skala nyeri skala 0-5
2.    Dapat mengidentifikasi aktivitas yang meningkatkan atau menurunkan nyeri
3.    Pasien melaporkan nyeri hilang dengan spasme terkontrol, Pasien tampak rileks, mampu tidur/istirahat dengan tepat.
Intervensi
Rasional
Mandiri
1.    Catat lokasi, lamanya intensitas (skala 0-10) dan penyebaran. Perhatikan tanda non-verbal, contoh peningkatan TD dan nadi, gelisah, merintih, menggelepar.




2.    Ajarkan teknik relaksasi nafas dalam dan distraksi


3.    Lakukan perawatan kulit dengan tepat dan baik


4.    Jelaskan penyebab nyeri

Kolaborasi
Berikan obat analgesik


1.     Membantu mengevaluasi tempat obstruksi dan kemajuan gerakan kalkulus. Nyeri panggul sering menyebar ke punggung, lipatan paha, genitalia sehubungan dengan proksimitas saraf pleksus dan pembuluh darah yang menyuplai area lain. Nyeri tiba-tiba dan hebat dapat mencetuskan ketakutan,
gelisah, ansietas berat.
2.       Nafas dalam dapat meningkatkan asupan O2 sehingga menurunkan sensasi nyeri, sedangkan pengalihan perhatian dapat menurunkan stimulus nyeri
3.     Perawatan kulit dengan baik akan membuat px nyaman sehingga mempercepat penyembuhan dan mengurangi resiko infeksi
4.     Pengetahuan pasien terhadap nyeri dapat membuat pasien lebih patuh pada pengobatan.
 Membantu mengurangi nyeri, Analgesik memblok stimulus rasa nyeri
3.3.2        Hipertermia berhubungan dengan proses inflamasi.
Ditandai dengan:
1.    Suhu lebih tinggi dari 37,80C per oral atau 38,80C per rectal.
2.    Kulit hangat.
3.    Takikardia.
Tujuan : dalam waktu 1x24 jam suhu tubuh dapat normal kembali
Kriteria Hasil :
1.   Suhu tubuh normal (36-37 C)
2.   Individu mempertahankan suhu tubuh.dalam rentan normal
Intervensi
Rasional
1.    Monitor suhu tubuh pasien




2.    Ajarkan klien pentingnya mempertahankan asupan cairan yang adekuat (> 2000 ml/hari kecuali terdapat kontraindikasi penyakit jantung atau ginjal)



3.    Pantau asupan dan haluaran pasien.

4.    Kolaborasi pemberian analgesik-antipiretik
.
1.    Peningkatan suhu tubuh yang berkelanjutan pada pasien akan memberikan komplikasi pada kondisi penyakit yang lebih parah dimana efek dari peningkatan tingakat metabolisme umum dan dehidrasi akibat hipertermi.
2.    Selain sebagai pemenuhan hidrasi tubuh, juga akan meningkatkan pengeluaran panas tubuh melalui sistem perkemihan, maka panas tubuh juga dapat dikeluarkan melalui urine
3.    Untuk menjaga asupan cairan tubuh supaya tidak terjadi dehidrasi. Dehidrasi salah satu pencetus hipertermi
4.    Analgesik diperlukan untuk penurunan rasa nyeri dan antipiretik digunakan untuk menurunkan panas tubuh dan memberi rasa nyaman pada pasien.
3.3.3        Ansietas berhubungan dengan proses penyakit.
            Ditandai dengan:
1.    Peningkatan frekuensi jantung
2.    Insomnia
3.    Gelisah
4.    Ketakutan
Tujuan : dalam waktu 1x24 jam ansietas dapat berkurang/hilang atau teradaptas
Kriteria Hasil : Pasien menyatakan peningkatan kenyamanan psikologis dan fisiologis.
Intervensi
Rasional
1.    Kaji tingkat ansietas: ringan, sedang, berat.


2.    Beri kenyamanan dan ketentraman hati
1.      Dampingi pasien
2.      Jelaskan tentang penyakitnya.
3.      Berbicara dengan perlahan dan tenang.
4.      Jangan membuat tuntutan.
5.      Beri kesempatan klien untuk mengungkapkan rasa cemasnya.
1.     Untuk menentukan tingkat keparahan ansietas supaya dapat ditentukan penanganan yang tepat
2.     Supaya pasien lebih tenang karena pendampingan perawat dan ketika pasien mengetahui tentang proses penyakitnya, pasien akan bisa lebih tenang
3.3.4        Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan kerusakan struktur lapisan dermis
Ditandai dengan:
1.    Gangguan jaringan epidermis dan dermis.
2.    Adanya lesi (primer, skunder)
3.    Eritema
4.    Pruritus.
Tujuan : dalam waktu 3x24 jam, kulit pasien dapat mengalami penyembuhan
Kriteria Hasil :
1.    Individu menunjukkan penyembuhan jaringan progresif
2.    Berkurangnya gangguan jaringan epidermis, lesi, eritema, dan pruritis
Intervensi
Rasional
1.    Kaji kondisi luka klien (area, warna, bau, kelembaban, turgor).
2.    Tingkatkan asupan protein dan karbohidrat untuk mempertahankan keseimbangan nitrogen positif.

3.    Masase dengan lembut kulit sehat disekitar area yang sakit.



4.    Lakukan perawatan intensif terhadap kulit dengan perawatan dan obat yang sesuai dengan lesi/luka yang dialami klien.
1.    Untuk memperlancar  sirkulasi

2.    Penanganan dan pemberian obat yang sesuai dengan kondisi kulit pasien dapat mempercepat penyembuhan jaringan
3.    Menjadi informasi dasar untuk memberikan informasi intervensi perawatan luka selanjutnya.
4.    Dengan asupan nutrisi yang cukup membuat proses penyembuhan semakin cepat
3.3.5        Gangguan citra tubuh berhubungan dengan perubahan struktur kulit
Ditandai dengan:
1.    Respon negatif verbal atau nonverbal
2.    Tidak melihat bagian tubuh tertentu.
3.    Perubahan dalam keterlibatan social
Tujuan : dalam waktu 1x24 pasien dapat menerima keadaan tubuhnya
Kriteria Hasil :
1.    Pasien mengungkapkan dan mendemonstrasikan penerimaan penampilan (kerapian, pakaian, postur, pola makan, kehadiran diri).
2.    Pasien mengimplementasikan pola penanganan baru
Intervensi
Rasional
1.     Dorong individu untuk mengekspresikan perasaan, khususnya mengenai pikiran, perasaan, pandangan dirinya.
2.     Dorong individu untuk bertanya mengenai masalah, penanganan, perkembangan, prognosis kesehatan.
3.     Beri informasi yang dapat dipercaya dan perkuat informasi yang telah diberikan.



4.     Anjurkan orang terdekat untuk memberikan support system terhadap perubahan fisik dan emosional.
5.     Dorong kunjungan teman sebaya dan orang terdekat.
1.    Membuat pasien dan percaya diri


2.    Informasi dapat membuat pasien lebih lebih tahu tentang permasalahannya

3.    Orang terdekat mempunyai pengaruh lebih dominan ntuk membantu pasien menerima keaadaannya sekarang ketika sudah di masyarakat.
4.    Untuk membuat pasien bisa menerima keaadaannya sekarang


5.    Mengungkapkan perasaannya membuat pasien merasa lebih nyaman setelah.



BAB 4
PENUTUP

4.1    Kesimpulan
Infeksi kulit tidak hanya dapat menimbulkan masalah kesehatan fisik namun juga masalah psikis dan ekonomi sosial seseorang. Infeksi kulit dapat disebabkab karena bakteri, yang mana bakteri sendiri terdiri dari beberapa janis. Infeksi bakteri terdiri dari impetigo, folikulitis, furunkel, dan karbunakel. Penatalaksanaan infeksi kulit tergantung pada penyebabnya infeksi itu sendiri. Masing-masing penyakit akibat infeksi bakteri juga memiliki penatalaksanaan tersendiri. Penyakit kulit akibat infeksi bakteri harus benar-benar diwaspadai, karena penyakit-penyakit tersebut dapat menyebabkan komplikasi penyakit pada tubuh.

4.2    Saran
Diharapkan dengan adanya makalah ini kita menjadi lebih mengerti tanda dan gejala dari infeksi kulit, terutama infeksi kulit akibat infeksi bakteri. Diharapkan pula, kita dapat mengerti cara penatalaksnaan terhadap penyakit kulit akibat infeksi bakteri, sehingga dapat mengatasi atau melakukan pengobatan dini terhadap penyakit infeksi bakteri tersebut. Makalah ini jauh dari kata sempurna, maka kami mengharapkan masukan agar akan lebih baik lagi kedepannya.





DAFTAR PUSTAKA

Brown, Robin Graham & Tony Burns. 2002. Lecture Notes on Dermatology Ed. 8. English: Blackwell Science Ltd.
Harahap, Marwali. 2001. Ilmu Penyakit Kulit. Jakarta: Hipokrates.
Jennifer P. Kowalak, William Welsh, Brenna Mayer. 2003. Buku Ajar Patofisiologi.Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC

Price, Sylvia A dan Lorraine M. Wilson. 2005. Patofisiologi: konsep klinis proses-proses penyakit. Jakarta: EGC

Tidak ada komentar:

Posting Komentar