Senin, 23 November 2015

ASUHAN KEPERAWATAN HOME CARE PADA PASIEN ASMA

BAB I
PENDAHULUAN
1.1  LATAR BELAKANG
Sistem pernafasan merupakan suatu sistem yang penting bagi kehidupan manusia, maka sistem pernafasan harus di jaga dari patogen – patogen yang dapat mempengaruhi pernafasan manusia seperti penyakit  asma bronkial. Asma merupakan penyakit radang kronis umum dari saluran udara yang ditandai dengan gejala variabel dan berulang, obstruksi aliran udara berlangsung secara reversibel, dan bronkospasme. Dari tahun ke tahun prevalensi penderita asma semakin meningkat. Di Indonesia, penelitian pada anak sekolah usia 13-14 tahun dengan menggunakan kuesioner ISAAC (International Study on Asthma and Allergy in Children) tahun 1995 menunjukkan, prevalensi asma masih 2,1%, dan meningkat tahun 2003 menjadi dua kali lipat lebih yakni 5,2%.
Asma terbukti menurunkan kualitas hidup penderitanya. Penderita asma perlu mendapatkan perawatan dan pengobatan secara tepat, baik ketika di rumah sakit maupun di rumah.  Home care perlu dilakukan pada penderita asma guna menghindari faktor pencetus munculnya serangan asma, memberikan terapi, dan edukasi pada penderita maupun keluarga tentang perawatan penderita asma. Dengan memberikan home care pasien asma diharapkan dapat merasa lebih nyaman karena perawatan dilakukan di rumah sehingga dapat membantu mempercepat proses penyembuhan penyakitnya.

1.2  RUMUSAN MASALAH
1.      Bagaimana konsep dasar home care?
2.      Bagaimana konsep dasar dari penyakit asma?
3.      Bagaimana konsep asuhan keperawatan kepada pasien dengan asma?

1.3  TUJUAN PENULISAN
1.3.1 Tujuan Umum
Untuk  memahami secara umum konsep asuhan keperawatan home care pada pasien dengan penyakit asma
1.3.2  Tujuan Khusus
1.      Agar mahasiswa mengetahui dan memahami tentang homecare
2.      Agar mahasiswa mengetahui dan memahami mengenai penyakit asma
3.      Agar mahasiswa mengetahui dan memahami cara pemberian asuhan keperawatan pada pasien dengan asma

1.4  MANFAAT PENULISAN
1.      Dapat menambah wawasan pembaca mengenai hal-hal apa saja yang perlu dipahami mengenai penyakit asma
2.      Bagi perawat atau tenaga kesehatan dapat membuat dan melaksanakan asuhan keperawatan home care pada pasien yang menderita penyakit asma



BAB 2
TINJAUAN TEORI

2.1  KONSEP DASAR HOME CARE
2.1.1 DEFINISI HOME CARE
Home Care (HC)  menurut Habbs dan Perrin, 1985 adalah merupakan layanan
kesehatan yang dilakukan di rumah pasien.
Menurut Depkes RI (2002) mendefinisikan bahwa home care adalah pelayanan
kesehatan yang berkesinambungan dan komprehensif diberikan kepada individu, keluarga, ditempat tinggal mereka yang bertujuan untuk meningkatkan, mempertahankan, memulihkan kesehatan/memaksimalkan kemandirian dan meminimalkan kecacatan akibat dari penyakit. Layanan diberikan sesuai dengan kebutuhan pasien/keluarga yang direncanakan, dikoordinir,oleh pemberi layanan melalui staff yang diatur berdasarkan perjanjian bersama
Rice. R, (2006) mengidentifikasi jenis kasus yang dapat dilayani pada program home care yang meliputi kasus-kasus yang umum pasca perawatan di rumah sakit dan kasus-kasuskhusus klinik dan yang biasa dijumpai di komunitas. Kasus umum yang merupakan pascaperawatan di RS adalah :
1. Klien dengan COPD
2. Klien dengan penyakit gagal jantung
3. Klien dengan gangguan oksigenasi
4. Klien dengan mengalami perlukaan kronis
5. Klien dengan diabetes
6. Klien dengan gangguan fungsi perkemihan
7. Klien dengan kondisi pemulihan kesehatan ( rehabilitasi )
8. Klien dengan terapi cairan infus di rumah
9. Klien dengan gangguan fungsi persyarafan
10. Klien dengan AIDS
Sedangkan kasus dengan kondisi khusus, meliputi :
1. Klien dengan post partum
2. Klien dengan gangguan kesehatan mental
3. Klien dengan kondisi Usia Lanjut
4. Klien dengan kondisi terminal ( Hospice and Palliative care)
(Rice R , 2006.,Allender &Spradley, 2001)
2.1.2 TUJUAN HOME CARE
Tujuan Diadakannya Home Care
1. Terpenuhi kebutuhan dasar ( bio-psiko- sosial- spiritual ) secara mandiri.
2. Meningkatkan kemandirian keluarga dalam pemeliharaan kesehatan.
3. Meningkatkan kualitas pelayanan keperawatan kesehatan di rumah.

2.1.3 FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI HOME CARE
1. Kesiapan tenaga dan partisipasi masyarakat
2. Upaya promotif atau preventif
3. SDM perawat
4. Kebutuhan pasien
5. Kependudukan
6. Dana

2.1.4 MANFAAT HOME CARE
1. Bagi Klien dan Keluarga :
a.       Program Home Care (HC) dapat membantu meringankan biaya rawat inap yang makin mahal,karena dapat mengurangi biaya akomodasi pasien, transportasi dan konsumsi keluarga
b.      Mempererat ikatan keluarga, karena dapat selalu berdekatan pada saat anggoa keluarga ada yangsakit
c.       Merasa lebih nyaman karena berada dirumah sendiri
d.      Makin banyaknya wanita yang bekerja diluar rumah, sehingga tugas merawat orang sakit yangbiasanya dilakukan ibu terhambat oleh karena itu kehadiran perawat untuk menggantikannya
2. Bagi Perawat :
a.       Memberikan variasi lingkungan kerja, sehingga tidak jenuh dengan lingkungan yang tetap sama
b.      Dapat mengenal klien dan lingkungannya dengan baik, sehingga pendidikan kesehatan yangdiberikan sesuai dengan situasi dan kondisi rumah klien, dengan begitu kepuasan kerja perawatakan meningkat.
3. Bagi Rumah Sakit :
a.       Membuat rumah sakit tersebut menjadi lebih terkenal dengan adanya pelayanan home care yang dilakukannya.
b.      Untuk mengevaluasi dari segi pelayanan yang telah dilakukan
c.       Untuk mempromosikan rumah sakit tersebut kepada masyarakat

2.1.5 PERAN DAN FUNGI PERAWAT HOME CARE
1. Manajer kasus : mengelola dan mengkolaborasikan pelayanan, dengan fungsi :
a. Mengidentifikasi kebutuhan pasien dan keluarga
b. Menyusun rencana pelayanan
c. Mengkoordinir akifitas tim
d. Memantau kualitas pelayanan
2. Pelaksana : memberi pelayanan langsung dan mengevaluasi pelayanan dengan fungsi:
a. Melakukan pengkajian komprehensif
b. Menyusun rencana keperawatan
c. Melakukan tindakan keperawatan
d. Melakukan observasi terhadap kondisi pasien
e. Membantu pasien dalam mengembangkan perilaku koping yang efektif
f. Melibatkan keluarga dalam pelayanan
g. Membimbing semua anggota keluarga dalam pemeliharaan kesehatan
h. Melakukan evaluasi terhadap asuhan keperawatan
i. Mendikumentasikan asuhan keperawatan.

2.2    KONSEP DASAR PENYAKIT ASMA
2.2.1 DEFINISI  ASMA
            Asma adalah suatu gangguan pada saluran bronkhial yang mempunyai ciri bronkospasme periodik (kontraksi spasme pada saluran napas) terutama pada percabangan trakeobronkhial yang dapat di akibatkan oleh berbagai stimulus seperti oleh faktor biokemikal, endokrin, infeksi, otonomik, dan psikologi (Somantri, 2009).
Menurut Davey (2008), asma merupakan keadaan inflamasi kronis yang menyebabkan obstruksi saluran pernapasan reversible dan gejala berupa batuk, mengi atau wheezing, dada terasa terikat dan sesak napas.

2.2.2        ETIOLOGI ASMA
            Menurut Muttaqin (2008),  faktor-faktor yang dapat menimbulkan serangan asma meliputi :genetik, allergen,  infeksi saluran pernapasan, tekanan jiwa, olahraga atau kegiatan berlebih, obat-obatan, iritan, lingkungan kerja.Ada beberapa hal yang merupakan faktor predisposisi dan presipitasitimbulnya serangan asma bronchial, diantaranya:
1.      Faktor predisposisi
Genetik
Dimana yang diturunkan adalah bakat alerginya, meskipun belum diketahui bagaimana cara penurunannya yang jelas. Penderita dengan penyakit alergi biasanya mempunyai keluarga dekat juga menderita penyakit alergi.Karena adanya bakat alergi ini, penderita sangat mudah terkena penyakit asmabronkhial jika terpapar dengan foktor pencetus.Selain itu hipersentifisitas saluran pernafasannya juga bisa diturunkan.
2.      Faktor presipitasi
o    Alergen
Dimana alergen dapat dibagi menjadi 3 jenis, yaitu :
1.    Inhalan, yang masuk melalui saluran pernapasan
     Ex: debu, bulu binatang, serbuk bunga, spora jamur, bakteri dan polusi
2.    Ingestan, yang masuk melalui mulut
     Ex: makanan dan obat-obatan
3.    Kontaktan, yang masuk melalui kontak dengan kulit
          Ex: perhiasan, logam dan jam tangan
o    Perubahan cuaca
Cuaca lembab dan hawa pegunungan yang dingin sering mempengaruhi asma.Atmosfir yang mendadak dingin merupakan faktor pemicu terjadinya serangan asma. Kadang-kadang serangan berhubungan dengan musim, seperti: musim hujan, musim kemarau, musim bunga. Hal ini berhubungan dengan arah angin serbuk bunga dan debu.
o    Stress
Stress/ gangguan emosi dapat menjadi pencetus serangan asma, selain itu juga bisa memperberat serangan asma yang sudah ada. Disamping gejala asma yang timbul harus segera diobati penderita asma yang mengalami stress/gangguanemosi perlu diberi nasehat untuk menyelesaikan masalah pribadinya.Karena jika stressnya belum diatasi maka gejala asmanya belum bisa diobati.
o    Lingkungan kerja
Mempunyai hubungan langsung dengan sebab terjadinya serangan asma. Hal ini berkaitan dengan dimana dia bekerja. Misalnya orang yang bekerja dilaboratorium hewan, industri tekstil, pabrik asbes, polisi lalu lintas.Gejala ini membaik pada waktu libur atau cuti.
o    Olah raga/ aktifitas jasmani yang berat
Sebagian besar penderita asma akan mendapat serangan jika melakukan aktifitas jasmani atau aloh raga yang berat. Lari cepat paling mudah menimbulkan serangan asma.Serangan asma karena aktifitas biasanya terjadi segera setelah selesai aktifitas tersebut.

2.2.3        MANIFESTASI KLINIS ASMA
            Biasanya pada penderita yang sedang bebas serangan tidak ditemukan gejala klinis, tapi pada saat serangan penderita tampak bernafas cepat dan dalam, gelisah, duduk dengan menyangga ke depan, serta tanpa otot-otot bantu pernafasan bekerja dengan keras.
Gejala klasik dari asma bronkial ini adalah sesak nafas, mengi ( whezing ), batuk, dan pada sebagian penderita ada yang merasa nyeri di dada. Gejala-gejala tersebut tidak selalu dijumpai bersamaan. Pada serangan asma yang lebih berat , gejala-gejala yang timbul makin banyak, antara lain : silent chest, sianosis, gangguan kesadaran, hyperinflasi dada, tachicardi dan pernafasan cepat dangkal . Serangan asma seringkali terjadi pada malam hari.

2.2.4        PATOFISIOLOGIASMA
            Menurut Firshein (2006), ketika proses bernapas mengalami gangguan selama asma seringkali diawali dengan faktor pemicu, seperti allergen, ketika hal tersebut terjadi maka tubuh akan merespon dengan suatu reaksi sel peradangan yang kuat untuk melawan. Sel-sel tersebut seperti eosinofil, sel mast, getah bening, basofil, neutrofil, dan makrofag, sel-sel ini memberikan respon dengan mengeluarkan sejumlah zat kimia seperti protein-protein dan peroksida beracun yang dimaksudkan meyerang faktor pemicu, namun juga merusak beberapa jaringan yangmelapisi paru. Lama kelamaan serangan asma seringan sekalipun terbukti mampu menjadi penyebab atau menjadi rentan terhadap rangsangan. Sebagai respon kejadian tersebut, jaringan yang melapisi jalan pernapasan menjadi bengkak dan udara tidak dapat lagi bergerak cepat, produksi mukus meningkat untuk melindungi jaringan yang rusak, akan tetapi akan menutupu jalan napas, dan mengurangi kemampuan paru menyerap oksigen. Saraf simpatis yang terdapat di bronkus, ketika terganggu atau terangsang maka terjadi bronkokontriksi yang menyebabkan sulit bernapas, hasilnya adalah gejala khas dari asma, yaitu mengi, napas yang pendek, batuk, berdahak, dan dada terasa sesak.
 

2.2.5        STADIUM ASMA
a.    Stadium I : Waktu terjadinya edema dinding bronchus, batuk paroksimal karena iritasi dan batuk kering, sputum yang kental dan mengumpul merupakan benda asing yang merangsang batuk .
b.    Stadium II :Sekresi bronchus bertambah batuk dengan dahak jernih dan berbusa pada stadium ini. Mulai terasa sesak nafas berusaha bernafas lebih dalam, ekspirasi memanjang dan ada whezing , otot nafas tambah turun bekerja terdapat retraksi supra sternal epigastrium.
c.    Stadium III :Obstruksi / spasme bronchus lebih berat. Aliran darah sangat sedikit sehingga suara nafas hampir tigdak terdengar, stadium ini sangat berbahaya karena : sering disangka ada perbaikan pernafasan dangkal tidak teratur dan frekuensi nafas menjadi tinggi
2.2.6        PEMERIKSAAN LABORATORIUM ASMA
a.         Pemeriksaan sputum
Pemeriksaan sputum dilakukan untuk melihat adanya:
o   Kristal-kristal charcot leyden yang merupakan degranulasi dari kristal eosinopil.\
o   Spiral curshmann, yakni yang merupakan cast cell (sel cetakan) dari cabang bronkus.
o   Creole yang merupakan fragmen dari epitel bronkus.
o   Netrofil dan eosinopil yang terdapat pada sputum, umumnya bersifat mukoid dengan viskositas yang tinggi dan kadang terdapat mucus plug.
b.         Pemeriksaan darah
o   Analisa gas darah pada umumnya normal akan tetapi dapat pula terjadi hipoksemia, hiperkapnia, atau asidosis.
o   Kadang pada darah terdapat peningkatan dari SGOT dan LDH.
o   Hiponatremia dan kadar leukosit kadang-kadang di atas 15.000/mm3 dimana menandakan terdapatnya suatu infeksi.
o   Pada pemeriksaan faktor-faktor alergi terjadi peningkatan dari Ig E pada waktu serangan dan menurun pada waktu bebas dari serangan.

2.2.7        PEMERIKSAAN PENUNJANG ASMA
a.      Pemeriksaan radiologi
Pada waktu serangan asma menunjukan gambaran hiperinflasi pada paru-paru yakni radiolusen yang bertambah dan peleburan rongga intercostalis, serta diafragma yang menurun.
b.      Pemeriksaan tes kulit
            Dilakukan untuk mencari faktor alergi dengan berbagai alergen yang dapat menimbulkan reaksi yang positif pada asma.
c.       Elektrokardiografi
Gambaran elektrokardiografi yang terjadi selama serangan dapat dibagi menjadi 3 bagian, dan disesuaikan dengan gambaran yang terjadi pada empisema paru yaitu :
o   Perubahan aksis jantung, yakni pada umumnya terjadi right axis deviasi dan clock wise rotation.
o   Terdapatnya tanda-tanda hipertropi otot jantung, yakni terdapatnya RBB (Right bundle branch block).
o   Tanda-tanda hipoksemia, yakni terdapatnya sinus tachycardia, SVES, dan VES atau terjadinya depresi segmen ST negative.
d.      Scanning paru
Dengan scanning paru melalui inhalasi dapat dipelajari bahwa redistribusi udara selama serangan asma tidak menyeluruh pada paru-paru.
e.       Spirometri
Untuk menunjukkan adanya obstruksi jalan nafas reversible, cara yang paling cepat dan sederhana diagnosis asma adalah melihat respon pengobatan dengan bronkodilator. Pemeriksaan spirometer dilakukan sebelum dan sesudah pamberian bronkodilator aerosol (inhaler atau nebulizer) golongan adrenergik.Peningkatan FEV1 atau FVC sebanyak lebih dari 20% menunjukkan diagnosis asma.Tidak adanya respon aerosol bronkodilator lebih dari 20%.Pemeriksaan spirometri tidak saja penting untuk menegakkan diagnosis tetapi juga penting untuk menilai berat obstruksi dan efek pengobatan.Benyak penderita tanpa keluhan tetapi pemeriksaan spirometrinya menunjukkan obstruksi.

2.2.8    KOMPLIKASI ASMA
Berbagai komplikasi yang mungkin timbul adalah :


o   Status asmatikus
o   Atelektasis
o   Hipoksemia
o   Pneumothoraks
o   Emfisema
o   Deformitas thoraks
o   Gagal nafas



2.2.9   PENATALAKSANAAN ASMA
Prinsip umum pengobatan asma bronchial adalah :
1.      Menghilangkan obstruksi jalan nafas dengan segara.
2.      Mengenal dan menghindari faktor-faktor yang dapat mencetuskan serangan asma
3.      Memberikan penjelasan kepada penderita ataupun keluarganya mengenai penyakit asma, baik pengobatannya maupun tentang perjalanan penyakitnya sehingga penderita mengerti tujuan penngobatan yang diberikan dan bekerjasama dengan dokter atau perawat yang merawatnnya.
Pengobatan pada asma bronkhial terbagi 2, yaitu:
a.       Pengobatan non farmakologik:
·         Memberikan penyuluhan
·         Menghindari faktor pencetus
·         Pemberian cairan
·         Fisiotherapy
·         Beri O2 bila perlu.
b.      Pengobatan farmakologik :
Ø  Bronkodilator : obat yang melebarkan saluran nafas. Terbagi dalam 2 golongan.
     1. Simpatomimetik/ andrenergik (Adrenalin dan efedrin)
Nama obat :
·             Orsiprenalin (Alupent)
·             Fenoterol (berotec)
·             Terbutalin (bricasma)
2. Santin (teofilin)
Nama obat :
·             Aminofilin (Amicam supp)
·             Aminofilin (Euphilin Retard)
·             Teofilin (Amilex)
Ø  Kromalin
Kromalin bukan bronkodilator tetapi merupakan obat pencegah serangan asma. Manfaatnya adalah untuk penderita asma alergi terutama anak-anak.
Ø  Ketolifen
Mempunyai efek pencegahan terhadap asma seperti kromalin. Biasanya diberikan dengan dosis dua kali 1mg / hari. Keuntungnan obat ini adalah dapat diberika secara oral.

2.3 KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN ASMA
2.3.1 Pengkajian Keperawatan
1.      Identitas Pasien
a.       Nama
b.      Umur
Serangan asma pada usia dini memberikan implikasi bahwa sangat mungkin terdapat status atopik. Serangan pada usia dewasa dimungkinkan adanya faktor non-atopik.
c.       Jenis kelamin
d.      Tcmpat tinggal
Tcmpat tinggal menggambarkan kondisi lingkungan tcmpat klien bcrada. Bcrdasarkan alamat tcrsebut, dapat diketahui pula faktor yang mcmungkinkan menjadi pencetus serangan asma.
e.       Status perkawinan
Status perkawinan dan gangguan emosional yang timbul dalam keluarga atau lingkungan merupakan faktor pencetus serangan asma.
f.       Pekerjaan serta suku bangsa
Pekerjaan serta suku bangsa juga perlu dikaji untuk mengetahui adanya pemaparan bahan alergen.
g.      Tanggal masuk rumah sakit (MRS)
h.      Nomor rekam medis, asuransi kesehatan
i.        Diagnosis medis
2.      Keluhan utama, meliputi sesak napas, bernapas terasa berat pada dada, dan adanya kcluhan sulit untuk bernapas.
3.      Riwayat penyakit sekarang
Klien dengan serangan asma datang mencari pertolongan tcrutama dengan keluhan sesak napas yang hebat dan mendadak, kemudian diikuti dengan gejala-gejala lain scperti wheezing, penggunaan otot bantu pernapasan, kelelahan, gangguan kesadaran, sianosis, dan perubahan tekanan darah. Kaji obat-obatan yang biasa diminum klien dan memeriksa kembali setiap jenis obat apakah masih relevan untuk digunakan kembali.
4.      Riwayat Penyakit Dahulu
Penyakit yang pernah diderita pada masa-masa dahulu seperti adanya infeksi saluran pernapasan atas, sakit tenggorokan, amandel, sinusitis, dan polip hidung. Riwayat serangan asma, frekuensi, waktu, dan alergen-alergen yang dicurigai sebagai pencetus serangan, serta riwayat pengobatan yang dilakukan untuk meringankan gejala asma.



5.      Riwayat Penyakit Keluarga
Kaji tentang riwayat penyakit asma atau penyakit alergi yang lain pada anggota keluarganya karena hipersensitivitas pada penyakit asma ini lebih ditentukan oleh faktor genetik dan lingkungan.
6.      Pengkajian Psiko-sosio-kultural
Kecemasan dan koping yang tidak efektif, Status ekonomi berdampak pada asuransi kesehatan, Gangguan emosional,  sering didapatkan pada klien dengan asma bronkhial. sering dipandang sebagai salah satu pencetus bagi serangan asma.
7.      Pola Resepsi dan Talalaksana Hidup Sehat
Klien dengan asma harus mengubah gaya hidupnya sesuai kondisi yang tidak akan menimbulkan serangan asma.
8.      Pola Hubungan dan Peran
Gejala asma sangat membatasi klien untuk menjalani kehidupannya secara normal, sehingga klien perlu melakukan adaptasi.
9.      Pola Persepsi dan Konsep Diri
Perlu dikaji tentang persepsi klien tarhadap penyakitnya. Cara memandang diri yang salah juga akan menjadi stresor dalam kehidupan klien. Semakin banyak stresor yang ada pada kehidupan klien dengan asma dapat meningkatkan kemungkinan serangan asma berulang.
10.  Pola Penanggulangan Stres
Stres dan ketegangan emosional merupakan faktor instrinsik pencetus serangan asma.Oleh karena itu, perlu dikaji penyebab terjadinya stres. Frekuensi dan pengaruh stres terhadap kehidupan klien serta cara penanggulangan terhadap stresor
11.  Pola Sensorik dan Kognitif
Kelainan pada pola persepsi dan kognitif akan mempengaruhi konsep diri klien dan akhirnya mempengaruhi jumlah stresor yang dialami klien sehingga kemungkinan terjadi serangan asma berulang pun akan semakin tinggi.
12.  Pola Tata Nilai dan Kepercayaan
Kedekatan klien pada sesuatu yang diyakininya di dunia dipercaya dapat meningkatkan kekuatan jiwa klien.Keyakinan klien terhadap Tuhan dan mendekatkan diri kepada-Nya merupakan metode penanggulangan stres yang konstruktif.

13.  Pemeriksaan Fisik, meliputi:
Ø  Keadaan umum
Kesadaran, kecemasan, kegelisahan, kelemahan suara bicara, denyut nadi, frekuensi pernafasan yang meningkat, penggunaan otot-otot bantu pernafasan, sianosis, batuk dengan lendir lengket, dan posisi istirahat klien.
Ø  B1 (Breathing)
Inspeksi
Pada klien asma terlihat adanya peningkatan usaha dan frekuensi pernafasan, serta penggunaan otot bantu pernafasan. Inspeksi dada terutama untuk melihat postur bentuk dan kesimetrisan, adanya peningkatan diameter anteroposterior, retraksi otot-otot interkostalis, sifat dan irama pernafasan dan frekuensi pernafsan.
Palpasi
Pada palpasi biasanya kesimetrisan, ekspansi, dan taktil fremitus normal.
Perkusi
Pada perkusi didapatkan suara normal sampai hipersonor sedangkan diafragma menjadi datar dan rendah.
Auskultasi
Terdapat suara vesikuler yang meningkatkan disertai dengan ekspirasi lebih dari 4 detik atau lebih dari 3 kali inspirasi, dengan bunyi nafas tambahan utama wheezing pada akhir ekspirasi.
Ø  B2 (Blood)
Memonitor dampak asma pada status kardiovaskuler meliputi keadaan hemodinamik seperti nadi,tekanan darah, dan CRT.
Ø  B3(Brain)
Pada saat inspeksi,tingkat kesadarn perlu dikaji. Di samping itu, diperlukan pemeriksaan GCS untuk menentukan tingkat kesadaran klien apakah compos mentis,somnolen, atau koma.
Ø  B4(Bladder)
Pengukuran volume output urine perlu dilakukan karena berkaitan dengan intake cairan. Oleh karena itu, perawat perlu memonotor ada tidaknya oligouria, karena hal tersebut merupakan tanda awal dari syok.
Ø  B5(Bowel)
Dikaji adanya edema ekstremitas, tremor dan tanda-tanda infeksi pada ekstremitas karena dapat merangsang serangan asma. Pengkaji tentang status nutrisi klien meliputi jumlah, frekuensi dan kesulitan-kesulitan dalam memenuhi kebutuhannya. Pada klien dengan sesak nafas,sangat potensial terjadi kekurangan pemenuhan kebutuhan nutrisi,hal ini karena terjadi dipnea saat makan, laju metabolisme, serta kecemasan yang dialami klien.
Ø  B6(Bone)
Dikaji adanya edema ekstremitas,tremor dan tanda-tanda infeksi pada ekstremitas karena dapat merangsang serangan asma. Pada integumen perlu dikaji adanya permukaan yang kasar, kering, kelainan pigmentasi, turgor kulit,kelembapan,mengelupas atau bersisik, pendarahan, pruritus,eksim,dan adanya bekas atau tanda urtikaria atau dermatitis. Pada rambut, dikaji warna rambut, kelembapan, dan kusam. Perlu dikaji pula tentang bagaimana tidur dan istirahat klien yang meliputi berapa lama(Muttaqin,2008)

2.3.2 DIAGNOSA KEPERAWATAN
1.      Bersihan jalan nafas tidak efektif yang berhubungan dengan adanya Bronkhokonstriksi, bronkhospasme, edema mukosa dan dinding bronkhus, serta sekresi mukus yang kental.
2.      Ketidakefektifan pola napas yang berhubungan dengan peningkatan kerja pernapasan, hipoksemia, dan ancaman gagal napas.
3.      Kerusakan pertukaran gas yang berhubungan dengan kelelahan otot respiratory ditandai dengan dispnea, peningkatanPCO2, peningkatan penggunaan otot bantu napas
4.      Intoleransi aktivitas berhubungan dengan ketidakseimbangan antara kebutuhan dan suplai oksigen ditandai dengan kelelahan, dispnea, sianosis

2.3.3        INTERVENSI KEPERAWATAN
1.      Diagnosa Keperawatan :
Bersihan jalan nafas tidak efektif yang berhubungan dengan adanya Bronkhokonstriksi, bronkhospasme, edema mukosa dan dinding bronkhus, serta sekresi mukus yang kental.
Tujuan : Jalan nafas kembali efektif
Kriteria Hasil:
·      Klien dapat mendemonstrasikan batuk efektif
·      Tidak ada suara nafas tambahan dan wheezing
·      Pernapasan klien normal ( 16 -20 x /menit) tanpa adanya pengguanaan otot bantu napas.
·      Frekuensi nadi 60-120 x /menit.
Intervensi dan rasional :
1.      Kaji warna, kekentalan dan jumlah sputum
Rasional : karekteristik sputum dapat menunjukkan  barat ringannya obstruksi.
2.      Posisikan pasien untuk mengoptimalkan pernapasan ( posisi semi fowler)
Rasional : posisi semi fowler dapat memberikan kesempatan pada proses ekspirasi paru.
3.      Bantu dan ajarkan klien serta  keluarga klien untuk melatih napas dalam dan batuk afektif da terkontrol.
Rasional : ventilasi maksimal membuka lumen jalan nafas dan meningkatkan gerakan secret kedalam jalan nafas besar untuk dikeluarkan. batuk yang terkontrol dan efektif  dapat memudahkan pengeluaran secret yang melekat dijalan napas
4.      Pertahankan intake cairan sedikitnya 2500 ml/hari kecuali tidak diindikasikan
Rasional : Hidrasi yang adekuat membantu mengencerkan secret dan mengefektifkan pembersihan jalan nafas.
5.      Lakukan dan ajarkan pada keluarga pasien fisioterapi dada dengan teknik postural dranase, perkusi, fibrasi dada.
Rasional : fisioterapi  dada merupakan strategi untuk mengeluarkan secret.
6.      Kolaborasi pemberian obat bronkodilator, obat agen mukolitik dan ekspektoran, obat kortikostiroid.
Rasional : Pemberian bronkodilator via inhalasi akan langsung menuju area broncus yang mengalami spasme sehingga lebih cepat berdilatasi. Agen mukolitik menurunkan kekentalan dan perlengketan secret paru untuk memudahkan pembersihan. Agen ekspektoran akan memudahkan secret lepas dari perlengketan jalan napas. Kortikosteroid berguna pada keterlibatan luas dengan hipoksemia dan menurunkan reaksi inflamasi akibat edema mukosa dan dinding bronkus.

2.      Diagnosa Keperawatan
Ketidakefektifan pola napas yang berhubungan dengan peningkatan kerja pernapasan, hipoksemia, dan ancaman gagal napas.
Tujuan : Pola nafas kembali efektif
Kriteri Hasil :
·         Pernapasan klien normal (16-20x/menit) tanpa adanya penggunaan otot bantu napas.
·         Tidak terdapat suara nafas tambahan atau wheezing.
·         Status tanda vital dalam batas normal.
·         Nadi 60 - 100x /menit      
·         Rr 16-20 x/mnt
·         Klien dapat mendemonstrasikan teknik distraksi pernapasan.
Intervensi dan Rasional :
1.      Pantau kecepatan, irama, kedalaman pernapasan dan usaha respirasi.
Rasional : Memantau pola pernafasan  harus dilakukan terutama  pada klien dengan gangguan pernafasan .
2.      Perhatikan pergerakan dada, amati kesimetrisan, penggunaan otot-otot bantu napas, serta retraksi otot supraklavikular dan interkostal.
Rasional : melakukan pemeriksaan fisik pada paru dapat mengetahui kelainan yang terjadi pada klien .
3.      Auskultasi bunyi napas, perhatikan area penurunan / tidak adanya ventilasi dan adanya bunyi napas tambahan.
Rasional : Adanya bunyi napas tambahan mengidentifikasikan  adanya  gangguan pada pernapasan.
4.      Pantau peningkatan kegelisahan, ansietas, dan tersengal-sengal.
Rasional : Ansietas dapat memicu pola pernapasan seseorang.
5.      Posisikan pasien untuk mengoptimalkan pernapasan (posisi semi fowler) dan ajarkan pada keluarga pasien untuk mengatur posisi pasien untuk mengoptimalkan pernapasan
Rasional : posisi semi fowler dapat memberikan kesempatan pada proses ekspirasi paru.
6.      Anjurkan napas dalam melalui abdomen selama periode distress pernapasan
Rasional : Teknik distraksi dapat merileksasikan otot –otot pernapasan.
7.      Kolaborasi dengan dokter pemberian bronkodilator.
Rasional : pemberian bronkodilator via inhalasi akan langsung menuju area bronkus yang mengalami spasme sehingga  lebih cepat berdilatasi

3.      Diagnosa Keperawatan :
Kerusakan pertukaran gas yang berhubungan dengan kelelahan otot respiratory ditandai dengan dispnea, peningkatanPCO2, peningkatan penggunaan otot bantu napas
Tujuan : Pertukaran gas kembali efektif
Kriteria Hasil :
·    Klien dapat mendemonstrasikan teknik relaksasi dalam pernapasan.
·    Frekuensi napas 16-20 x /menit dan tidak sesak napas
·    Frekuensi nadi 60-120 x /menit.
·    Kulit tidak pucat ( PaO2 kurang dari 50 mm Hg.PaCO2 lebih dari 50 mm Hg dan PH 7,35-7,40 )
·    Saturasi  oksigen dalam darah lebih dari 90%
Intervensi dan Rasional :
1.      Pantau status pernapasan tiap 4 jam, intake dan output.
Rasional : untuk mengindenfikasi indikasi ke arah kemajuan atau penyimpangan dari hasil klien.
2.      Tempatkan klien  pada posisi semi fowler
Rasional: posisi tegak memungkinkan ekspansi paru lebih baik.
3.      Tingkatkan aktifitas secara bertahap, jelaskan bahwa fungsi pernapasan akan meningkat dengan aktivitas.
Rasional : Mengoptimalkan fungsi paru sesuai dengan kemampuan aktivitas individu.
4.      Berikan oksigen melalui kanula nasal 4 L/menit selanjutnya sesuaikan dengan hasil PaO2.
Rasional : pemberian oksigen mengurangi beban otot-otot pernafasan.
5.      Berikan terapi intravena sesuai anjuran (kolaborasi dengan dokter)
Rasional : Untuk memungkinkan dehidrasi yang cepat  dan tepat mengikuti keadaan vaskuler untuk pemberian obat-obat darurat.



4.      Diagnosa Keperawatan :
Intoleransi aktivitas berhubungan dengan ketidakseimbangan antara kebutuhan dan suplai oksigen ditandai dengan kelelahan, dispnea, sianosis
Tujuan : Klien dapat melakukan aktivitas sesuai kebutuhan .
Kriteria hasil :
·         Klien dapat beraktivitas sesuai kebutuhannya
·         Pernapasan klien normal (16-20 x/menit) dan tidak sesak napas
·         Frekuensi nadi 60-120 x /menit.
·         Klien dapat mendemonstrasikan teknik distraksi yang diajarkan
Intervensi dan Rasional :
1.      Jelaskan aktivitas dan faktor yang dapat meningkatkan kebutuhan oksigen
Rasional : merokok, suhu ekstrem dan stress menyebabkan vasokonstriksi pembuluh darah dan meningkatkan beban jantung .
2.      Ajarkan pasien dan keluarga melakukan progam relaksasi
Rasional : mempertahankan, memperbaiki  pola nafas teratur .
3.      Buat jadwal aktivitas harian, tingkatkan secara bertahap.
Rasional : mepertahankan pernapasan lambat dengan tetap memperhatikan latihan fisik memungkinkan peningkatan kemampuan otot bantu pernapasan
4.      Pertahankan terapi oksigen tambahan .
Rasional : mempertahankan, memperbaiki dan meningkatkan konsentrasi oksigen darah.
5.      Kaji respon abnormal setelah aktivitas.
Rasional : respon abnormal meliputi nadi, tekanan darah, dan pernafasan yang meningkat .
6.      Beri waktu istirahat yang cukup.
Rasional :  meningkatkan daya tahan klien, mencegah kelelahan









DAFTAR PUSTAKA

Alender,J.A. & Spradley, B. W. (201). Community Health Nursing: Concept and
Practice, Fifth Editon. Lipincot :Philadelphia
Ali Akbar. Yogyakarta: B-First. Somantri, Irman.2009.  Asuhan Keperwatan Pada Klien Gangguan Sistem Pernafasan Edisi 2. Jakarta: Salemba Medika.
Davey, Patrick. 2008. At a Glance MEDICINE. Dialihbahasakan oleh Annisa
Depkes RI. 2002. Keputusan Menkes RI No. 228/MENKES/SK/III/2002 tentang Pedoman Penyusunan Standar Pelayanan Minimal Rumah Sakit. Jakarta.
Doengoes, Marilyn.dkk.2000. Rencana Asuhan Keperawatan.Jakarta: Buku kedokteran EGC.
Firshein, Richard, N. 2010. Langkah Revolusioner Sembuh Dari Asma Penerjemah Rahmalia dan Novianty R. Jakarta : Gramedia
Hobbs, N., Perrin, J. M. 1985. Chronically Ill Children and Their Families. San Fransisco: Jossey-Bass
Muttaqin, Arif.2008. Asuhan Keperawatan Klien Dengan Gangguan Sistem Pernafasan.
Jakarta: Salemba Medika.
Rice, R. (206). Home Care Nursing Practice Concepts and aplication ed.4. USA :Mosby
Somantri, Imam. 2009. Asuhan keperawatan Dengan Gangguan Sistem Pernapasan. Edisi ke-2. Jakarta : Salemba Medika