2.1
Pap Smear
2.1.1 Pengertian Pap Smear
Pap Test (Pap Smear) adalah pemeriksaan sitologik epitel porsio dan
endoservik uteri untuk penentuan adanya perubahan praganas maupun ganas di
porsio atau servik uteri.
Sedangkan menurut Hariyono Winarto dalam seminarnya pada tanggal 05-10-2008
tentang Pap Smear Sebagai Upaya Menghindari Kanker Leher Rahim Bagi Wanita Usia
Reproduksi, pengertian Pap Test (Pap Smear) adalah suatu pemeriksaan dengan
cara mengusap leher rahim (scrapping) untuk mendapatkan sel-sel leher rahim
kemudian diperiksa sel-selnya, agar dapat ditahui terjadinya perubahan atau
tidak.
Dari pengertian di atas, dapat disimpulkan bahwa Pap Smear adalah
pemeriksaan usapan pada leher rahim untuk mengetahui adanya perubahan sel-sel
yang abnormal yang diperiksa dibawah mikroskop.
2.1.2 Tujuan Pap Smear
1.
Menemukan sel abnormal atau sel yang dapat berkembang
menjadi kanker termasuk infeksi HPV .
2.
Untuk mendeteksi adanya pra-kanker, ini sangat penting
ditemukan sebelum seseorang menderita kanker.
3.
Mendeteksi kelainan – kelainan yang terjadi pada
sel-sel leher rahim.
4.
Mendeteksi adanya kelainan praganas atau keganasan
servik uteri.
2.1.3 Sasaran Pap Smear
Ahli-ahli di Marie Stopes International menganjurkan agar kita melakukan
Pap Smear setiap tahun baik wanita yang sudah menikah atau wanita yang sudah
pernah melakukan hubungan seksual.
American Cancer Society petulisannya :” Cancer Related Health Check Up “
menganjurkan sebagai berikut :
1.
Pap test setahun sekali bagi wanita antara umur 40-60
tahun dan juga bagi wanita di bawah 20 tahun yang seksual aktif.
2.
Sesudah 2x pap test (-) dengan interval 3 tahun dengan
catatan bahwa wanita resiko tinggi harus lebih sering menjalankan pap
The British Medical Association Family Health Encyclopedia menganjurkan
bahwa seseorang wanita harus melakukan Pap Smear dalam 6 bulan setelah pertama
kali melakukan Pap Smear dalam 6 bulan setelah pertama kali melakukan hubungan
seksual, dengan Pap Smear kedua 6-12 bulan setelah Pap Smear pertama dan hasil
diberikan adalah normal pada selang waktu 3 tahunan selama masa hidupnya.
2.1.4 Syarat Pengambilan Pap Smear
Beberapa hal penting yang perlu diperhatikan dalam pemeriksaan Pap Smear
adalah sebagai berikut :
1.
Waktu pengambilan minimal 2 minggu setelah menstruasi
dimulai dan sebelum menstruasi berikutnya.
2.
Berikan informasi sejujurnya kepada petugas kesehatan
tentang riwayat kesehatan dan penyakit yang pernah diderita
3.
Hubungan intim tidak boleh dilakukan dalam 24 jam
sebelum pengambilan bahan pemeriksaan.
4.
Pembilasan vagina dengan macam-macam cairan kimia
tidak boleh dikerjakan dalam 24 jam sebelumnya.
5.
Hindari pemakaian obat-obatan yang dimasukkan ke dalam
vagina 48 jam sebelum pemeriksaan.
6.
Bila anda sedang minum obat tertentu, informasikan
kepada petugas kesehatan, karena ada beberapa jenis obat yang dapat
mempengaruhi hasil analisis sel.
2.1.5 Klasifikasi Pap Smear
Klasifikasi
menurut Ramli, dkk: 2000, negative: tidak ditemukan sel ganas.
Klasifikasi menurut Papanicolau adalah sebagai berikut :
Klasifikasi menurut Papanicolau adalah sebagai berikut :
1.
Kelas I : Hanya ditemukan sel-sel normal.
2.
Kelas II : Ditemukan beberapa sel atipik, akan tetapi
tidak ada bukti keganasan.
3.
Kelas III : Gambaran sitologi mengesankan ,tetapi
tidak konklusif keganasan.
4.
Kelas IV : Gambaran sitologi yang mencurigakan
keganasan.
5.
Kelas V : Gambaran sitologi yang menunjukkan
keganasan.
2.1.6 Interpretasi Hasil Pap Test
Menurut Papanicolaou, interpretasi
hasil pap test, yaitu:
1.
Kelas I : Identik dengan normal smear pemeriksaan
ulang 1 tahun lagi.
2.
Kelas II : Menunjukkan adanya infeksi ringan non
spesifik, kadang disertai:
·
Kuman atau virus tertentu.
·
Sel dengan kariotik ringan.
Pemeriksaan ulang 1 tahun lagi, pengobatan yang sesuai
dengan kausalnya
Bila ada erosi atau radang bernanah, pemeriksaan ulang 1 bulan setelah pengobatan.
Bila ada erosi atau radang bernanah, pemeriksaan ulang 1 bulan setelah pengobatan.
3.
Kelas III : Ditemukannya sel diaknostik sedang dengan
keradangan berat. Periksa ulang 1 bulan sesudah pengobatan
4.
Kelas IV : Ditemukannya sel-sel yang mencurigakan
ganas dalam hal demikian daapat ditempuh 3 jalan, yaitu:
·
Dilakukan biopsi.
·
Dilakukan pap test ulang segera, dengan skreping lebih
dalam diambil 3 sediaan
·
Rujuk untuk biopsi konfirmasi.
5.
Kelas V : Ditemukannya sel-sel ganas. Dalam hal ini
seperti ditempuh 3 jalan seperti pada hasil kelas IV untuk konfirmasi
2.1.7 Teknik Pengambilan Sediaan
Ø Alat-alat
yang diperlukan untuk pengambilan pap test, yaitu :
1.
Formulir konsultasi sitologi.
2.
Spatula ayre yang dimodifikasi dan cytobrush.
3.
Kaca benda yang pada satu sisinya telah diberikan
tanda/label.
4.
Spekulum cocor bebek (gravels) kering.
5.
Tabung berisikan larutan fiksasi alcohol 95 %. (Arif
Mansjoer, 2000).
Ø Cara
pengambilan sediaan :
1.
Sebelum memulai prosedur, pastikan bahwa label wadah
specimen diisi, pastikan bahwa preparat diberi label yang menulis tanggal dan
nama serta nomor identitas wanita.
2.
Gunakan sarung tangan
3.
Insersi spekulum dengan ukuran tepat, visualisasi
serviks, fiksasi speculum untuk memperoleh pajanan yang diperoleh. Pastikan
secara cermat membuang setiap materi yang menghalangi visualisasi serviks/
mengganggu studi sitologi.
4.
Salah satu dari 4 metode pengumpulan spesimen berikut
untuk apusan pap dapat digunakan :
·
Tempatkan bagian panjang ujung spatula kayu yang
ujungnya sedikit runcing/ pengerik plastic mengenai dan masuk ke dalam mulut
eksterna serviks dan tekan. Ambil spesimen kanalis servikalis dengan memutar
spatula satu lingkaran penuh
·
Ujung kapas aplikator berujung kapas dilembabkan
dengan normal saline, insersi aplikator tersebut ke dalam saluran serviks 2 cm
dan putar 3600.
·
Insersi alat gosok sepanjang 1-2 cm ke dalam saluran
serviks dan putar 900-1800.
·
Gunakan kombinasi metode untuk metode memasukkan
spatula.
·
Sebarkan sel-sel pada preparat yang sudah diberi
label. Apabila sel-sel dikumpulkan pada spatula kayu, tempatkan satu sisi
diatas dekat label diatas setengah bagian atas preparat dan usap 1 kali sampai
ke ujung preparat. Kemudian balikkan spatula dan tempatkan sisi datar lain
dekat label pada setengah bagian bawah preparat dan usap satu kali sampai ujung
preparat.
·
Segera semprot preparat dengan bahan fiksasi/ masukkan
bahan tersebut didalam tabung berisi larutan fiksasi
·
Bila fasilitas pewarnaan jauh dari tempat praktek
sederhana, dapat dimasukkan dalam amplop/pembungkus yang dapat menjamin kaca
sediaan tidak pecah. Dengan pengambilan sediaan yang baik, fiksasi dan
pewarnaan sediaan baik serta pengamatan mikroskopik yang cermat, merupakan
langkah yang memadai dalam menegakkan diagnosis.
2.2 IVA (Inspeksi Visual Dengan Asam Asetat)
2.2.1 Pengertian IVA
IVA (inspeksi visual dengan asam asetat) merupakan cara
sederhana untuk mendeteksi kanker leher rahim sedini mungkin (Sukaca E.
Bertiani, 2009)
IVA merupakan pemeriksaan leher rahim (serviks) dengan cara
melihat langsung (dengan mata telanjang) leher rahim setelah memulas leher
rahim dengan larutan asam asetat 3-5% (Wijaya Delia, 2010).
Laporan hasil konsultasi WHO menyebutkan bahwa IVA dapat mendeteksi
lesi tingkat pra kanker (high-Grade Precanceraus Lesions) dengan sensitivitas
sekitar 66-96% dan spesifitas 64-98%. Sedangkan nilai prediksi positif
(positive predective value) dan nilai prediksi negatif (negative predective
value) masing-masing antara 10-20% dan 92-97% (Wijaya Delia, 2010).
2.2.2 Tujuan Iva
1.
Untuk mengurangi morbiditas atau mortalitas dari
penyakit dengan pengobatan dini terhadap kasus-kasus yang ditemukan.
2.
Untuk mengetahui kelainan yang terjadi pada leher
rahim.
2.2.3 Keuntungan Iva
Menurut (Nugroho. 2010:65) keuntungan IVA dibandingkan
tes-tes diagnosa lainnya adalah :
a.
Mudah,
b.
praktis,
c.
Dapat dilaksanakan oleh seluruh tenaga kesehatan
d.
Alat-alat yang dibutuhkan sederhana
e.
Sesuai untuk pusat pelayanan sederhana
Menurut
(Emilia. 2010 :53) keuntungan IVA
a.
Kinerja tes sama dengan tes lain
b.
Memberikan hasil segera sehingga dapat diambil
keputusan mengenai penatalaksanaannya
2.2.4 Jadwal Iva
Program Skrining Oleh WHO :
·
Skrining pada setiap wanita minimal 1X pada usia
35-40 tahun
·
Kalau fasilitas memungkinkan lakukan tiap 10
tahun pada usia 35-55 tahun
·
Kalau fasilitas tersedia lebih lakukan tiap 5
tahun pada usia 35-55 tahun
·
Ideal dan optimal pemeriksaan dilakukan setiap 3
tahun pada wanita usia 25-60 tahun.
·
Skrining yang dilakukan sekali dalam 10 tahun
atau sekali seumur hidup memiliki dampak yang cukup signifikan.
·
Di Indonesia, anjuran untuk melakukan IVA bila :
hasil positif (+) adalah 1 tahun dan, bila hasil negatif (-) adalah 5 tahun
2.2.5 Syarat
Mengikuti Test Iva
a.
Sudah pernah melakukan hubungan seksual
b.
Tidak sedang datang bulan/haid
c.
Tidak sedang hamil
d.
24 jam sebelumnya tidak melakukan hubungan seksual
2.2.6 Pelaksanaan
Skrining Iva
Persiapan tempat dan alat :
1.
Ruangan tertutup, karena pasien diperiksa dengan posisi
litotomi.
2.
Meja/tempat tidur periksa yang memungkinkan pasien
berada pada posisi litotomi.
3.
Terdapat sumber cahaya untuk melihat serviks
4.
Spekulum vagina
5.
Asam asetat (3-5%)
6.
Swab-lidi berkapas
7.
Sarung tangan
2.2.7 Prosedur
Pelaksanaan IVA
1.
Sebelum dilakukan pemeriksaan, pasien akan mendapat
penjelasan mengenai prosedur yang akan dijalankan.
2.
Privasi dan kenyamanan sangat penting dalam pemeriksaan
ini.
3.
Pasien dibaringkan dengan posisi litotomi (berbaring
dengan dengkul ditekuk dan kaki melebar).
4.
Vagina akan dilihat secara visual apakah ada kelainan
dengan bantuan pencahayaan yang cukup.
5.
Spekulum (alat pelebar) akan dibasuh dengan air hangat
dan dimasukkan ke vagina pasien secara tertutup, lalu dibuka untuk melihat leher
rahim.
6.
Bila terdapat banyak cairan di leher rahim, dipakai
kapas steril basah untuk menyerapnya.
7.
Dengan menggunakan pipet atau kapas, larutan asam
asetat 3-5% diteteskan ke leher rahim. Dalam waktu kurang lebih satu menit,
reaksinya pada leher rahim sudah dapat dilihat.
8.
Bila warna leher rahim berubah menjadi keputih-putihan,
kemungkinan positif terdapat kanker. Asam asetat berfungsi menimbulkan
dehidrasi sel yang membuat penggumpalan protein, sehingga sel kanker yang
berkepadatan protein tinggi berubah warna menjadi putih.
9.
Bila tidak didapatkan gambaran epitel putih padadaerah
transformasi bearti hasilnya negative.
2.2.8 Kategori IVA
Menurut (Sukaca E. Bertiani, 2009) Ada beberapa kategori
yang dapat dipergunakan, salah satu kategori yang dapat dipergunakan adalah:
·
IVA negatif = menunjukkan leher rahim normal.
·
IVA radang = Serviks dengan radang (servisitis),
atau kelainan jinak lainnya (polip serviks).
·
IVA positif = ditemukan bercak putih (aceto
white epithelium). Kelompok ini yang menjadi sasaran temuan skrining kanker
serviks dengan metode IVA karena temuan ini mengarah pada diagnosis Serviks-pra
kanker (dispalsia ringan-sedang-berat atau kanker serviks in situ).
·
IVA-Kanker serviks = Pada tahap ini pun, untuk
upaya penurunan temuan stadium kanker serviks, masih akan bermanfaat bagi
penurunan kematian akibat kanker serviks bila ditemukan masih pada stadium invasif
dini (stadium IB-IIA).
2.2.9 Penatalaksanaan
IVA
Pemeriksaan IVA dilakukan dengan spekulum melihat langsung
leher rahim yang telah dipulas dengan larutan asam asetat 3-5%, jika ada
perubahan warna atau tidak muncul plak putih, maka hasil pemeriksaan dinyatakan
negative jika leher rahim berubah warna menjadi merah dan timbul plak putih,
maka dinyatakan positif lesi atau kelainan pra kanker.
Jika masih tahap lesi, pengobatan cukup mudah, bisa langsung
diobati dengan metode Krioterapi atau gas dingin yang menyemprotkan gas CO2
atau N2 ke leher rahim. Sensivitasnya lebih dari 90% dan spesifitasinya sekitar
40% dengan metode diagnosis yang hanya membutuhkan waktu sekitar dua
menit tersebut, lesi prakanker bisa dideteksi sejak dini. Dengan demikian,
bisa segera ditangani dan tidak berkembang menjadi kanker stadium
lanjut. Metode krioterapi adalah membekukan serviks yang terdapat lesi
prakanker pada suhu yang amat dingin (dengan gas CO2) sehingga sel-sel pada
area tersebut mati dan luruh, dan selanjutnya akan tumbuh sel-sel baru yang sehat
Kalau hasil dari test IVA dideteksi adanya lesi prakanker,
yang terlihat dari adanya perubahan dinding leher rahim dari merah muda menjadi
putih, artinya perubahan sel akibat infeksi tersebut baru terjadi di sekitar
epitel. Itu bisa dimatikan atau dihilangkan dengan dibakar atau dibekukan.
Dengan demikian, penyakit kanker yang disebabkan human papillomavirus (HPV) itu
tidak jadi berkembang dan merusak organ tubuh yang lain.
2.2.10 Tempat
Pelayanan
IVA bisa dilakukan di tempat-tempat pelayanan kesehatan yang
menyelenggarakan pemeriksaan dan yang bisa melakukan pemeriksaan IVA
diantaranya oleh :
·
Perawat terlatih
·
Bidan Dokter Umum
·
Dokter Spesialis Obgyn.
2.3 Kuret / Kuretase
2.3.1 Pengertian
Kuretase
Kuretase
adalah cara membersihkan hasil konsepsi memakai alat kuretase (sendok kerokan).
Kuretase adalah serangkaian
proses pelepasan jaringan yang melekat pada dinding kavum uteri dengan
melakukan invasi dan memanipulasi instrument (sendok kuret) ke dalam kavum
uteri.
Kuret adalah tindakan medis untuk
mengeluarkan jaringan dari dalam rahim. Jaringan itu sendiri bisa berupa tumor,
selaput rahim, atau janin yang dinyatakan tidak berkembang maupun sudah
meninggal. Dengan alasan medis, tidak ada cara lain jaringan semacam itu harus
dikeluarkan. (Dr. H. Taufik Jamaan, Sp.OG)
Sebuah kuret adalah alat bedah
yang dirancang untuk mengorek jaringan biologis atau puing di sebuah biopsi,
eksisi, atau prosedur pembersihan. (Michelson, 1988).
2.3.2 Tujuan
Kuretase
Menurut ginekolog dari Morula
Fertility Clinic, RS Bunda, Jakarta, tujuan kuret ada dua yaitu:
1.
Sebagai terapi pada kasus-kasus abortus. Intinya, kuret
ditempuh oleh dokter untuk membersihkan rahim dan dinding rahim dari
benda-benda atau jaringan yang tidak diharapkan.
2.
Penegakan diagnosis. Semisal mencari tahu gangguan yang
terdapat pada rahim, apakah sejenis tumor atau gangguan lain. Meski tujuannya
berbeda, tindakan yang dilakukan pada dasarnya sama saja. Begitu juga persiapan
yang harus dilakukan pasien sebelum menjalani kuret.
Beberapa kondisi dimana seorang wanita harus
menjalani kuretase:
1.
Jiwa ibu terancam oleh kehamilan
Ada
kalanya kehamilan dapat mengancam jiwa ibu, karena ibu mempunyai kelainan.
Seperti kelainan jantung atau paru-paru. Wanita dengan kelainan organ penting
berisiko tinggi bila hamil. Misalnya, mengalami kelainan pada paru-paru, untuk
berbaring saja sesak apalagi kalau hamil, dimana ada tekanan pada paru-paru
risikonya akan makin besar.
2.
Perdarahan pascapersalinan
Kehamilan
dan kelahiran bisa saja lancar. Namun, ada kalanya terjadi perdarahan hebat
pascapersalinan akibat sisa-sisa jaringan yang belum keluar atau terlepas. Pada
kondisi ini, tindakan kuretase harus dilakukan untuk membersihkan sisa-sisa
jaringan yang masih tertinggal agar perdarahan tidak terus terjadi. Perdarahan
pascapersalinan ini bisa langsung terjadi setelah melahirkan, tapi bisa juga
satu minggu atau satu bulan kemudian.
3.
Ada gangguan haid
Kuretase
bisa saja dilakukan pada wanita yang tidak hamil, yang mengalami perdarahan
akibat gangguan haid. Gangguan haid seperti itu, seringkali tidak dapat diatasi
dengan obat-obatan. Begitupun dengan perdarahan yang terjadi pada wanita usia
di atas 40 tahun, yang juga terjadi akibat gangguan haid. Pada kondisi seperti
itu, harus dilakukan kuretase, dengan dua tujuan. Pertama, untuk menghentikan
perdarahan akibat adanya sisa-sisa jaringan yang masih tertinggal dan kedua
untuk mencari kepastian apakah jaringan tersebut ganas atau tidak. Bila
mengandung keganasan, akan ditentukan pengobatan selanjutnya sehingga keganasan
tersebut segera dapat dihentikan atau diminimalkan.
4.
Kehamilan bermasalah
Wanita
yang kehamilannya mengalami masalah, seperti hamil anggur, hamil kosong,
ataupun janin meninggal dalam kandungan, juga harus diatasi dengan kuretase
untuk mengeluarkan sisa-sisa jaringan. Untuk mencegah perdarahan yang bisa saja
terjadi.
Tindakan
kuretase sebaiknya dilakukan pada trimester pertama atau maksimal janin berusia
12 minggu. Sebab, pada saat itu janin belum begitu besar, dan keamanannya cukup
tinggi. Tapi, pada kasus lain, misalnya, janin meninggal dalam kandungan usia
4-5 bulan pun bisa dilakukan meski risikonya lebih tinggi.
Tindakan
kuretase memang relatif aman dilakukan saat usia kehamilan baru menginjak
trimester pertama. Sebab, pada saat itu risiko terjadinya efek samping sangat
kecil.
2.3.3 Indikasi Kuretase
1. Abortus incomplete (keguguran
saat usia kehamilan < 20 mg dengan didapatkan sisa-sisa kehamilan, biasanya
masih tersisa adanya plasenta). Kuretase dalam hal ini dilakukan untuk
menghentikan perdarahan yang terjadi oleh karena keguguran. Mekanisme perdarahan
pada kasus keguguran adalah dengan adanya sisa jaringan menyebabkan rahim tidak
bisa berkontraksi dengan baik sehingga pebuluh darah pada lapisan dalam rahim
tidak dapat tertutup dan menyebabkan perdarahan.
2. Blighted ova (janin tidak
ditemukan, yang berkembang hanya plasenta). Dalam kasus ini kuretase harus
dilakukan oleh karena plasenta yang tumbuh akan berkembang menjadi suatu
keganasan, seperti chorio Ca, penyakit trophoblas ganas pada kehamilan.
3. Dead conseptus (janin mati pada
usia kehamilan < 20 mg). Biasanya parameter yang jelas adalah pemeriksaan
USG, dimana ditemukan janin tetapi jantung janin tidak berdenyut. Apabila
ditemukan pada usia kehamilan 16-20mg, diperlukan obat perangsang persalinan
untuk proses pengeluaran janin kemudian baru dilakukan kuretase. Akan tetapi
bila ditemukan saat usia kehamilan < 16 mg dapat langsung dilakukan
kuretase.
4. Abortus MOLA (tidak ditemukannya
janin, yang tumbuh hanya plasenta dengan gambaran bergelembung2 seperti buah anggur,
yang disebut HAMIL ANGGUR). Tanda2 hamil anggur adalah tinggi rahim tidak
sesuai dengan umur kehamilannya. Rahim lebih cepat membesar dan apabila ada
perdarahan ditemukan adanya gelembung2 udara pada darah. Hal ini juga dapat
menjadi suatu penyakit keganasan trophoblas pada kehamilan.
5. Menometroraghia (perdarahan yang
banyak dan memanjang diantara siklus haid). Tindakan kuretase dilakukan
disamping untuk menghentikan perdarahan juga dapat digunakan untuk mencari
penyebabnya, oleh karena ganguan hormonal atau adanya tumor rahim (myoma uteri)
atau keganasan (Kanker endometrium) setelah hasil kuretase diperiksa secara
mikroskopik (Patologi Anatomi jaringan endometrium).
2.3.4 Persiapan Sebelum Kuretase
A.
Konseling pra tindakan :
1. Memberi
informed consent
2. Menjelaskan
pada klien tentang penyakit yang diderita
3. Menerangkan
kepada pasien tentang tindakan kuretase yang akan dilakukan:
4. Garis
besar prosedur tindakan, tujuan dan manfaat tindakan
5. Memeriksa
keadaan umum pasien, bila memungkinkan pasien dipuasakan.
B. Pemeriksaan sebelum curretage
1. USG
(ultrasonografi)
2. Mengukur
tensi dan Hb darah
3. Memeriksa
sistim pernafasan
4. Mengatasi
perdarahan
5. Memastikan
pasien dalam kondisi sehat dan fit
C. Persiapan
tindakan
Ø Persiapan
pasien
·
Mengosongkan kandung kemih
·
Membersihkan genetalia eksterna
·
Membantu pasien naik ke meja ginek
·
Lakukanlah pemeriksaan umum : tekanan darah,
nadi, keadaan jantung, dan paru – paru dan sebagainya.
·
Pasanglah infuse cairan sebagai profilaksis
·
Pada umumnya diperlukan anestesi infiltrasi
local atau umum secara iv dengan ketalar.
·
Sebelum masuk ke ruang operasi, terlebih dahulu
pasien harus dipersiapkan dari ruangan
·
Puasa: saat akan menjalani kuretase, dilakukan
puasa 4-6 jam sebelumnya. Tujuannya supaya perut dalam keadaan kosong sehingga
kuret bisa dilakukan dengan maksimal.
·
Cek adanya perdarahan
Dokter akan
melakukan cek darah untuk mengetahui apakah pasien mengalami gangguan
perdarahan atau tidak. Jika ada indikasi gangguan perdarahan, kuret akan
ditunda sampai masalah perdarahan teratasi. Namun tak menutup kemungkinan kuret
segera dilakukan untuk kebaikan pasien. Biasanya akan dibentuk tim dokter
sesuai dengan keahlian masing-masing, dokter kandungan, dokter bedah, dokter
hematologi, yang saling berkoordinasi. Koordinasi ini akan dilakukan saat
pelaksanaan kuret, pascakuret, dan sampai pasien sembuh.
·
Mengganti baju pasien dengan baju operasi
·
Memakaikan baju operasi kepada pasien dan gelang
sebagai identitas
·
Pasien dibawa ke ruang operasi yang telah
ditentukan
·
Mengatur posisi pasien sesuai dengan jenis
tindakan yang akan dilakukan, kemudian pasien dibius dengan anesthesi narkose
·
Setelah pasien tertidur, segera pasang alat
bantu napas dan monitor EKG
·
Bebaskan area yang akan dikuret
·
Persiapan
Psikologis
Setiap
ibu memiliki pengalaman berbeda dalam menjalani kuret. Ada yang bilang kuret
sangat menyakitkan sehingga ia kapok untuk mengalaminya lagi. Tetapi ada pula
yang biasa-biasa saja. Sebenarnya, seperti halnya persalinan normal, sakit
tidaknya kuret sangat individual. Sebab, segi psikis sangat berperan dalam
menentukan hal ini. Bila ibu sudah ketakutan bahkan syok lebih dulu sebelum
kuret, maka munculnya rasa sakit sangat mungkin terjadi. Sebab rasa takut akan
menambah kuat rasa sakit. Bila ketakutannya begitu luar biasa, maka obat bius
yang diberikan bisa tidak mempan karena secara psikis rasa takutnya sudah
bekerja lebih dahulu. Walhasil, dokter akan menambah dosisnya.
Sebaliknya,
bila saat akan dilakukan kuret ibu bisa tenang dan bisa mengatasi rasa takut,
biasanya rasa sakit bisa teratasi dengan baik. Meskipun obat bius yang
diberikan kecil sudah bisa bekerja dengan baik. Untuk itu sebaiknya sebelum
menjalani kuret ibu harus mempersiapkan psikisnya dahulu supaya kuret dapat
berjalan dengan baik. Persiapan psikis bisa dengan berusaha menenangkan diri
untuk mengatasi rasa takut, pahami bahwa kuret adalah jalan yang terbaik untuk
mengatasi masalah yang ada. Sangat baik bila ibu meminta bantuan kepada orang
terdekat seperti suami, orangtua, sahabat, dan lainnya. Bila diperlukan,
gunakan jasa psikolog apabila ibu tak yakin dapat mengatasi masalah ini
sendirian.
Ø Persiapan
Petugas
1. Mencuci
tangan dengan sabun antiseptic
2. Baik
dokter maupun perawat instrumen melakukan cuci tangan steril
3. Memakai
perlengkapan : baju operasi, masker dan handscoen steril
4. Perawat
instrumen memastikan kembali kelengkapan alat-alat yang akan digunakan
dalamtindakan kuret
5. Alat
disusun di atas meja mayo sesuai dengan urutan
Ø Persiapan
Alat dan Obat :
1. Alat
tenun, terdiri dari :
•
Baju operasi
•
Laken
•
Doek kecil
•
Sarung meja mayo
2. Alat-alat
kuretase hendaknya telah tersedia alam bak alat dalam keadaan aseptic berisi :
·
Speculum dua buah (Spekullum cocor bebek (1) dan
SIMS/L (2) ukuran S/M/L) speculum 2 Buah.
·
Sonde (penduga) uterus, berfungsi:
a.
Untuk mengukur kedalaman rahim
b.
Untuk mengetahui lebarnya lubang vagina
·
Cunam muzeus atau Cunam porsio
·
Berbagai ukuran busi (dilatator) Hegar
·
Bermacam – macam ukuran sendok kerokan (kuret 1
SET)
·
Cunam tampon (1 buah)
·
Pinset dan klem
·
Kain steril, dan sarung tangan dua pasang.
·
Menyiapkan alat kuret AVM
·
Ranjang ginekologi dengan penopang kaki
·
Meja dorong / meja instrument
·
Wadah instrumen khusus ( untuk prosedur AVM )
·
AVM Kit (tabung, adaptor, dan kanula)
·
Tenakulum (1 buah)
·
Klem ovum/fenster (2 buah)
·
Mangkok logam
·
Dilagator/ busi hegar (1 set)
·
Lampu sorot
·
Kain atas bokong dan penutup perut bawah
·
Larutan anti septik (klorheksidin, povidon
iodin, lkohol)
·
Tensimeter dan stetoskop
·
Sarung tangan DTT dan alas kaki
·
Set infus
·
Abocatt
·
Cairan infus
·
Wings
·
Kateter Karet 1 buah
·
Spuit 3 cc dan 5 cc
3.
Obat-obatan, terdiri dari:
·
Analgetik
( petidin 1-2 mg/Kg BB
·
Ketamin HCL
0.5 ml/ Kg BB
·
Tramadol
1-2 mg/ BB
·
Sedativa
( diazepam 10 mg)
·
Atropine
sulfas 0.25- 0.50 mg/ml
·
Oksigen
dan regulator
2.3.5
Perawatan Setelah Kuretase
Perawatan
usai kuretase pada umumnya sama dengan operasi-operasi lain. Harus menjaga
bekas operasinya dengan baik, tidak melakukan aktivitas yang terlalu berat,
tidak melakukan hubungan intim untuk jangka waktu tertentu sampai keluhannya
benar-benar hilang, dan meminum obat secara teratur. Obat yang diberikan
biasanya adalah antibiotik dan penghilang rasa sakit. Jika ternyata muncul
keluhan, sakit yang terus berkepanjangan atau muncul perdarahan, segeralah
memeriksakan diri ke dokter. Mungkin perlu dilakukan tindakan kuret yang kedua
karena bisa saja ada sisa jaringan yang tertinggal. Jika keluhan tak muncul,
biasanya kuret berjalan dengan baik dan pasien tinggal menunggu kesembuhannya.
Hal-hal
yang perlu juga dilakukan, diantaranya :
1. Setelah
pasien sudah dirapihkan, maka perawat mengobservasi keadaan pasien dan terus
memastikan apakah pasien sudah bernapas spontan atau belum
2. Setelah
itu pasien dipindahkan ke recovery room
3. Melakukan
observasi keadaan umum pasien hingga kesadaran pulih
4. Pasien
diberikan oksigen 2 liter/menit melalui nasal kanule dan tetap observasi
keadaan pasien sampai dipindahkan ke ruangan perawatan.
5. Konseling
pasca tindakan
6. Melakukan
dekontaminasi alat dan bahan bekas operasi
2.3.6
Dampak Setelah Kuretase
1.
Perdarahan
Bila saat kuret
jaringan tidak diambil dengan bersih, dikhawatirkan terjadi perdarahan. Untuk
itu jaringan harus diambil dengan bersih dan tidak boleh tersisa sedikit pun.
Bila ada sisa kemudian terjadi perdarahan, maka kuret kedua harus segera
dilakukan. Biasanya hal ini terjadi pada kasus jaringan yang sudah membatu.
Banyak dokter kesulitan melakukan pembersihan dalam sekali tindakan sehingga
ada jaringan yang tersisa. Namun biasanya bila dokter tidak yakin sudah bersih,
dia akan memberi tahu kepada si ibu, “Jika terjadi perdarahan maka segera
datang lagi ke dokter.”
2.
Cerukan di
Dinding Rahim
Pengerokan jaringan
pun harus tepat sasaran, jangan sampai meninggalkan cerukan di dinding rahim.
Jika menyisakan cerukan, dikhawatirkan akan mengganggu kesehatan rahim.
3.
Gangguan
Haid
Jika pengerokan yang
dilakukan sampai menyentuh selaput otot rahim, dikhawatirkan akan mengganggu
kelancaran siklus haid.
4.
Infeksi
Jika jaringan
tersisa di dalam rahim, muncul luka, cerukan, dikhawatirkan bisa memicu
terjadinya infeksi. Sebab, kuman senang sekali dengan daerah-daerah yang basah
oleh cairan seperti darah.
5.
Kanker
Sebenarnya kecil
kemungkinan terjadi kanker, hanya sekitar 1%. Namun bila kuret tidak dilakukan
dengan baik, ada sisa yang tertinggal kemudian tidak mendapatkan penanganan
yang tepat, bisa saja memicu munculnya kanker. Disebut kanker trofoblast atau
kanker yang disebabkan oleh sisa plasenta yang ada di dinding rahim.
2.3.7 Efek Samping Dari Tindakan Kuretasi
1. Rahim berlubang
Kuretase
memungkinkan terjadinya lubang pada rahim, atau di dunia kedokteran disebut
perforasi uterus. Hal itu bisa terjadi karena pada saat hamil, dinding rahim
sangat lunak, sehingga berisiko tinggi untuk terjadinya lubang akibat
pengerokan sisa-sisa jaringan.
Risiko terjadinya
lubang pada rahim semakin besar bila kuretase dilakukam pada ibu yang hamil
anggur. Sebab, ada tahapan yang harus dilakukan sebelum sampai pada tindakan
keretase. Pada hamil anggur, perut ibu biasanya cukup besar. Usia tiga bulan
saja biasanya sudah seperti enam bulan. Karena itu, sebelum kuretase dilakukan,
dokter akan mengevakuasi posisi kehamilan menggunakan vacuum lebih dulu, baru
mengerok menggunakan sendok tajam untuk mengeluarkan sisa-sisa jaringan.
2. Infeksi
Tindakan kuretase
memungkinkan terjadinya infeksi, akibat adanya perlukaan. Tapi, dengan
pengobatan yang tepat, infeksi itu biasanya cepat sembuh.
3. Sindrom Asherman
Sindrom Asherman
adalah terjadinya perlekatan pada lapisan dinding dalam rahim. Karena lengket,
jaringan selaput lendir rahim tidak terbentuk lagi. Akibatnya, pasien tidak
mengalami haid. Ini memang bisa terjadi, karena selaput lendir rahim terkikis
habis saat tindakan kuretase. Tapi hal itu masih bisa diatasi dengan pemberian
obat, sehingga pasien bisa haid kembali.
4. Keluar Vlek
Vlek-vlek darah bisa
saja keluar setelah tindakan kuretase dilakukan, sampai satu minggu kemudian.
Keluarnya vlek-vlek darah itu sangat wajar. Tapi, bagaimanapun harus tetap
dikonsultasikan pada dokter, agar bisa diwaspadai. Sebab, bisa saja keluarnya
vlek tersebut karena adanya gangguan pada fungsi pembekuan darah.
5. Mual dan pusing
Mual dan pusing bisa
terjadi akibat pembiusan yang dilakukan. Tapi, kalau muntah pada saat pasien
sedang tidak sadar diri, hal itu perlu diwaspadai.
6. Nyeri
Rasa nyeri, terutama
di perut bagian bawah, bisa timbul setelah tindakan kuretase dilakukan. Untuk
menguranginya, dokter biasanya akan memberikan obat-obatan pereda nyeri. Dan
biasanya akan cepat hilang.
2.3.8
Teknik Pengeluaran Jaringan
Pengeluaran
jaringan yaitu setelah serviks terbuka (primer maupun dengan dilatasi),
jaringan konsepsi dapat dikeluarkan secara manual, dilanjutkan dengan kuretase.
1. Sondage,
menentukan posisi dan ukuran uterus
2. Masukkan
tang abortus sepanjang besar uterus, buka dan putar 90˚ untuk melepaskan
jaringan, kemudian tutup dan keluarkan jaringan tersebut
3. Sisa
abortus dikeluarkan dengan kuret tumpul, gunakan sendok terbesar yang bisa
masuk
4. Pastikan
sisa konsepsi telah keluar semua, dengan eksplorasi jari maupun kuret.
2.4 Aborsi
2.4.1 Pengertian Aborsi
Menurut Fact Aboution, Info Kit on Women’s Health oleh Institute for
Social, Studies and Action, Maret 1991, dalam istilah kesehatan aborsi
didefinisikan sebagai penghentian kehamilan setelah tertanamnya telur (ovum)
yang telah dibuahi dalam rahim (uterus), sebelum usia janin (fetus) mencapai 20
minggu.
Dalam Kamus Umum Bahasa Indonesia, abortus didefinisikan sebagai terjadinya
keguguran janin. Melakukan abortus sebagai melakukan pengguguran (dengan
sengaja karena tak menginginkan bakal bayi yang dikandung itu).
Aborsi adalah tindakan penghentian kehamilan sebelum
janin dapat hidup di luar kandungan (sebelum usia 20 minggu kehamilan), bukan
semata untuk menyelamatkan jiwa ibu hamil dalam keadaan darurat tapi juga bisa
karena sang ibu tidak menghendaki kehamilan itu.
2.4.2 Alasan Melakukan Aborsi
Aborsi dilakukan oleh seorang wanita hamil baik yang telah menikah maupun
yang belum menikah dengan berbagai alasan. Akan tetapi alasan yang paling utama
adalah alasan – alasan yang non-medis. Beberapa alasan dilakukannya aborsi
adalah:
a.
Tidak ingin
memiliki anak karena khawatir mengganggu karir, sekolah atau
tanggung jawab lain (75%)
tanggung jawab lain (75%)
b.
Tidak
memiliki cukup uang untuk merawat anak (66%)
c.
Tidak ingin
memiliki anak tanpa ayah (50%)
d.
Gagal ber- KB
e.
Tidak memakai kontrasepsi
f.
Tidak mampu membeli alat kontrasepsi
g.
Anak bungsu masih bayi atau masih menyusui
h.
Jumlah anak sudah terlalu banyak
i.
Dipaksa pasangan
j.
Hubungan suami istri tidak harmonis
k.
Ada tindak kekerasan dalam rumah tangga
l.
Aib keluarga ( malu, gengsi )
m.
Aturan di sekolah
n.
Masih terlalu muda.
o.
Takut
p.
Membahayakan nyawa
calon ibu ( 3 % )
q.
Janin akan
tumbuh dengan cacat tubuh yang serius ( 3 % )
r.
Perkosaan atau insect (hubungan intim satu darah) (1
%)
s.
Ditipu pacar atau suami
2.4.3 Macam Aborsi
Dalam dunia kedokteran, dikenal ada
3 macam aborsi :
1. Aborsi
Spontan (Alamiah)
Berlangsung tanpa tindakan apapun
dan biasanya diakibatkan karena kurang baiknya kualitas sel telur dan sel
sperma. Merupakan suatu pengguguran yang disebabkan oleh alam atau trauma
kebetulan.
Aborsi Spontan
ini masih terdiri dari berbagai macam tahap, yakni:
1. Abortus
Iminen. Dalam bahasa Inggris diistilahkan dengan Threaten Abortion, terancam keguguran (bukan keguguran). Di sini
keguguran belum terjadi, tetapi ada tanda-tanda yang menunjukkan ancaman bakal
terjadi keguguran.
2. Abortus
Inkomplitus. Secara sederhana bisa disebut Aborsi tak lengkap, artinya sudah
terjadi pengeluaran buah kehamilan tetapi tidak komplit.
3. Abortus
Komplitus. Yang satu ini Aborsi lengkap, yakni pengeluaran buah kehamilan sudah
lengkap, sudah seluruhnya keluar.
4. Abortus
Insipien. buah kehamilan mati di dalam kandungan-lepas dari tempatnya- tetapi
belum dikeluarkan. Hampir serupa dengan itu, ada yang dikenal Missed Abortion, yakni buah kehamilan
mati di dalam kandungan tetapi belum ada tanda-tanda dikeluarkan.
2. Aborsi
Buatan (Sengaja)
Pengakhiran kehamilan sebelum usia kandungan 28 minggu
sebagai akibat tindakan yang disengaja dan disadari oleh calon ibu maupun di
pelaksana aborsi (dokter, bidan atau dukun).
3. Aborsi
Terapeutik (Medis)
Pengguguran
kandungan buatan yang dilakukan atas indikasi medis. Contohnya : Seorang ibu
yang sedang hamil tetapi mempunyai penyakit darah tinggi menahun atau mempunyai
penyakit jantung yang parah yang dapat membahayakan baik bagi calon ibu maupun
bagi janin yang sedang dikandungnya. Namun semua ini dilakukan atas dasar
pertimbangan medis yang akurat.
2.4.4 Teknik Aborsi
Aborsi dapat
dilakukan dengan beberapa macam teknik, yaitu :
1.
Dilatasi dan kuret ( Dilatation & curettage )
Lubang leher rahim diperbesar, agar rahim dapat dimasuki
kuret, yaitu sepotong alat yang tajam. Kemudian janin yang hidup itu dicabik
kecil – kecil, dilepaskan dari dinding rahim dan dibuang keluar. Umumnya
terjadi banyak pendarahan pada ibu. Lubang rahim tersebut harus diobati dengan
baik agar tidak terjadi infeksi.
2.
Kuret dengan cara penyedotan ( Sunction )
Pada cara ini leher rahim juga diperbesar, kemudian
sebuah tabung dimasukkan ke dalam rahim
dan dihubungkan dengan alat penyedot yang kuat, sehingga bayi dalam rahim
tercabik – cabik menjadi kepingan – kepingan kecil, lalu disedot masuk ke dalam
sebuah botol.
3.
Peracunan dengan garam ( Salt Poisoned )
Cara ini dilakukan pada janin berusia lebih dari 16
minggu ( 4 bulan ), ketika sudah cukup banyak cairan yang terkumpul di sekitar
bayi dalam kantung anak, sebatang jarum yang panjang dimasukkan melalui perut
ibu ke dalam kantung bayi, lalu sejumlah cairan disedot keluar dan larutan
garam yang pekat disuntikkan kedalamnya. Bayi yang malang ini menelan garam
beracun itu dan ia menendang – nendang seolah – olah dia dibakar hidup – hidup
oleh racun tersebut. Dengan cara ini, sang bayi akan mati dalam waktu kira –
kira 1 jam, kulitnya benar – benar hangus. Dalam waktu 24 jam kemudian, si ibu
akan mengalami sakit dan melahirkan seorang bayi yang sudah mati. ( Sering juga
bayi ini lahir dalam keadaan masih hidup, biasanya mereka dibiarkan saja agar
mati ).
4.
Histerotomi atau bedah Caesar
Terutama
dilakukan 3 bulan terakhir dari kehamilan. Rahim dimasuki alat bedah melalui
dinding perut. Bayi kecil ini dikeluarkan dan dibiarkan saja agar mati atau kadang
– kadang langsung dibunuh.
5.
Pengguguran Kimia (Prostaglandin)
Pengguguran cara terbaru ini memakai bahan – bahan
kimia yang dikembangkan Upjohn Pharmaceutical Co. Bahan – bahan kimia ini
mengakibatkan rahim ibu mengerut, sehingga bayi yang hidup itu mati dan
terdorong keluar. Kerutan ini sedemikian kuatnya sehingga ada bayi – bayi yang
terpenggal. Sering juga bayi yang keluar itu masih hidup. Efek samping bagi si
ibu dapat mengakibatkan kematian karena serangan jantung ketika cairan kimia
tersebut disuntikkan.
6.
Pil Pembunuh
Pil Roussell- Uclaf (RU- 486), satu campuran obat
buatan Perancis tahun 1980. Pengaborsiannya butuh waktu tiga hari dan disertai
kejang – kejang berat serta pendarahan yang dapat terus berlangsung sampai 16
hari.
2.4.5 Tindakan Aborsi
Ada 2 macam
tindakan aborsi, yaitu:
1.
Aborsi
dilakukan sendiri .
Aborsi yang
dilakukan sendiri misalnya dengan cara memakan obat-obatan yang membahayakan
janin, atau dengan melakukan perbuatan-perbuatan yang dengan sengaja ingin
menggugurkan janin.
2.
Aborsi
dilakukan orang lain .
Orang lain
disini bisa seorang dokter, bidan atau dukun beranak. Cara-cara yang digunakan
juga beragam. Aborsi yang dilakukan seorang dokter atau bidan pada umumnya
dilakukan dalam 5 tahapan, yaitu:
1.
Bayi dibunuh
dengan cara ditusuk atau diremukkan didalam kandungan
2.
Bayi
dipotong-potong tubuhnya agar mudah dikeluarkan
3.
Potongan
bayi dikeluarkan satu persatu dari kandungan
4.
Potongan-potongan
disusun kembali untuk memastikan lengkap dan tidak tersisa
5.
Potongan-potongan
bayi kemudian dibuang ke tempat sampah / sungai, dikubur di tanah kosong,
atau dibakar di tungku.
Sedangkan seorang dukun
beranak biasanya melaksanakan aborsi dengan cara memberi ramuan jamu/obat pada
calon ibu dan mengurut/memijat perut calon ibu agar terjadi kontraksi hebat
pada rahim, untuk mengeluarkan secara paksa janin dalam kandungannya. Bisa
dengan memasukkan pucuk pinang atau batang bambu ke rahim. Hal ini sangat berbahaya, sebab pengurutan belum tentu membuahkan hasil
yang diinginkan dan kemungkinan malah membawa cacat bagi janin dan trauma hebat
bagi calon ibu.
2.4.6 Resiko Aborsi
Aborsi memiliki resiko yang tinggi
terhadap kesehatan maupun keselamatan seorang wanita. Ada 2 macam resiko
kesehatan terhadap wanita yang melakukan aborsi, yaitu :
1.
Resiko kesehatan dan keselamatan fisik, meliputi:
a.
Kematian mendadak karena pendarahan hebat
b.
Kematian mendadak karena pembiusan yang gagal
c.
Kematian secara lambat akibat infeksi serius disekita
kandungan
d.
Rahim yang sobek (Uterine Perforation)
e.
Kerusakan leher rahim (Cervical Lacerations) yang akan
menyebabkan cacat pada anak berikutnya
f.
Kanker payudara (karena ketidakseimbangan hormone
estrogen pada wanita).
g.
Kanker indung telur (Ovarian Cancer)
h.
Kanker leher rahim (Cervical Cancer)
i.
Kanker hati (Liver Cancer)
j.
Kelainan pada placenta/ari – ari (Placenta Previa)
yang akan menyebabkan cacat pada anak dan pendarahan hebat.
k.
Menjadi mandul/tidak mampu memiliki keturunan
lagi (Ectopic Pregnancy).
l.
Infeksi rongga panggul (Pelvic Inflammatory Disease)
m.
Infeksi pada lapisan rahim (Endometriosis)
2.
Resiko Kesehatan Mental
Proses aborsi juga memiliki dampak yang sangat hebat terhadap keadaan
mental seorang wanita. Gejala ini dikenal dalam dunia psikologi sebagai
“Post-Abortion Syndrome” (Sindrom Paska-Aborsi) atau PAS. Pada
dasarnya seorang wanita yang melakukan aborsi akan mengalami hal – hal seperti
berikut ini :
a.
Kehilangan harga diri ( 82 % )
b.
Berteriak – teriak histeris ( 51 % )
c.
Mimpi buruk berkali – kali mengenai bayi ( 63 % )
d.
Ingin melakukan bunuh diri ( 28 % )
e.
Mulai mencoba menggunakan obat – obat terlarang ( 41 %
)
f.
Tidak bisa menikmati lagi hubungan seksual ( 59 % )
2.5 Biopsi
2.5.1 Pengertian Biopsi
Biopsi
adalah pengambilan sejumlah kecil jaringan dari tubuh manusia untuk pemeriksaan patologis
mikroskopik. Dilakukan apabila terdapat benjolan pada bagian
tubuh yang tidak diketahui penyebabnya. Banyak kondisi yang dapat didiagnosis
dengan biopsi, misalnya peradangan dalam organ dalam seperti hati, ginjal, yang
dapat dilihat dari sampel biopsi. Kita dapat mengetahui tingkat keganasan
yang terjadi.
2.5.2
Pengertian Biopsi Endometrium
Biopsi endometrium
adalah pemeriksaan untuk menilai ciri, bentuk, dan besarnya sel selaput lendir
rahim (endometrium). Biopsi endometrium
dilakukan dengan mengambil percontoh sel endometrium memakai kuret kecil khusus
yang dimasukkan melalui saluran leher rahim (kanalis servikalis) ke dalam
rongga rahim.
Gambaran dari sel endometrium
tersebut dapat mencerminkan apakah ovulasi sudah terjadi, karena perubahan
hormon estrogen dan progesteron secara siklik mempengaruhi tampilan perubahan
sel endometrium sesuai dengan fasenya. Selain itu, juga untuk pemeriksaan histologis
misalnya untuk biakan terhadap tuberkulosis, pertumbuhan endometrium yang tidak
memadai (defek fase luteal), atau pertumbuhan endometrium yang berlebihan
(hiperplasia endometrium).
2.5.3 Tujuan Biopsi Endometrium
Suatu biopsi endometrium dilakukan
dengan tujuan untuk:
1. Biopsi endometrium dapat
dilakukan untuk membantu menentukan penyebab dari beberapa abnormal hasil pap
test
2. Menemukan penyebab pendarahan
rahim berat, berkepanjangan, atau tidak teratur. Hal ini sering dilakukan untuk
mengetahui penyebab perdarahan uterus pada wanita yang telah melalui
menopause.
2.5.4 Indikasi Biopsi Endometrium
1. Wanita dengan anovulasi kronis
seperti polycystic ovary syndrome akan meningkatkan risiko untuk masalah
endometrium dan biopsi endometrium mungkin berguna untuk menilai mereka lapisan
khusus untuk menyingkirkan hiperplasia endometrium atau kanker.
2. Pada wanita dengan kelainan
pendarahan vagina, biopsi dapat menunjukkan adanya lapisan abnormal seperti
hiperplasia endometrium atau kanker
3. Pada pasien dengan dicurigai
kanker rahim, biopsi dapat menemukan adanya sel kanker di endometrium atau
leher rahim.
4. Pada wanita infertilitas
penilaian lapisan dapat menentukan, jika benar waktunya, bahwa pasien ovulasi,
Namun, informasi yang sama dapat diperoleh dengan tes darah progesterone level.
2.5.5 Cara Kerja Biopsi Endometrium
·
Aturan persiapan untuk pasien:
1. Mikrokuretase biasanya
dilakukan pada hari ke 21-22 siklus haid normal.
2. Mikrokuretase dilakukan jika
uji kehamilan menunjukkan hasil negatif karena terdapat risiko bahwa tindakan
ini dapat meng-gangu kehamilan dini.
3. Pasien tidak dalam keadaan
demam tinggi, atau sakit berbahaya di alat kelamin (misal infeksi atau
perdarahan vagina).
4. Pasien diharuskan puasa
sekurang-kurangnya 6 jam sebelum tindakan.
5. Pasien harus mengosongkan
kandung kemih sebelum tindakan.
6. Untuk menghindari kecemasan,
biasanya sebelum dilakukan tindakan pasien diberikan obat penenang, dan setelah
tindakan diberikan obat pereda nyeri
7. Setelah tindakan dan bilamana
telah sadar dari pengaruh obat penenang, pasien boleh pulang dan periksa
kembali ke dokter 2 minggu kemudian.
8. Pasien mungkin akan mengalami
kram ringan satu jam setelah tindakan (setelah khasiat obat penenang hilang),
dan juga mengalami bercak darah (spotting). Perdarahan ringan dan
spotting dapat menetap hingga siklus haid berikutnya (sekitar 7 hari lagi).
·
Beberapa cara untuk
melakukan biopsi endometrium, diantaranya:
1. Perangkat lunak strawlike
(pipelle) untuk mengambil contoh kecil dari lapisan di rahim. Metode ini cepat
dan tidak menyakitkan.
2. Sebuah alat yang tajam bermata disebut kuret. Dokter
akan mengikis sampel kecil dan mengambilnya dengan jarum suntik atau hisap. Ini
disebut dilatasi dan kuretase (D & C). A & P dapat dilakukan
untuk mengendalikan perdarahan uterus berat (perdarahan) atau untuk membantu
menemukan penyebab pendarahan. Hal ini dilakukan dengan anestesi umum atau
regional.
3. Suatu alat elektronik hisap (vabra aspirasi). Metode
ini menyebabkan tidak nyaman.
4. Sebuah semprotan cair (irigasi
jet) untuk mencuci dari beberapa jaringan yang melapisi rahim. Sebuah sikat
dapat digunakan untuk menghapus beberapa lapisan sebelum dilakukan pencucian
5. Pasien terletak di meja periksa dalam posisi yang sama
dengan yang digunakan untuk mendapatkan Pap smear. Dokter menggunakan spekulum
untuk membuka saluran vagina dan memvisualisasikan serviks, pembukaan ke rahim.
Selama biopsi endometrium, dokter memasukkan plastik tipis atau perangkat logam
berbentuk tabung melalui leher rahim ke dalam rahim untuk menghapus sepotong
kecil dari jaringan lapisan dalam.
2.5.6 Efek Samping Biopsi Endometrium
Adapun efek samping dari biopsy
endometrium terhadap pasien, yaitu:
1. Resiko utama adalah rasa sakit atau kram, tetapi ini
biasanya mereda cepat mengikuti prosedur.
2. Setelah prosedur, beberapa pasien mungkin mengalami
pendarahan.
3. Sebuah perforasi rahim atau infeksi komplikasi jarang
terjadi.
4. Risiko lainnya kurang umum seperti pingsan atau
pusing, infeksi mungkin, perdarahan, dan jarang, perforasi rahim.
2.6 Kultur
2.6.1
Pengertian
Kultur adalah suatu metode penelitian dimana objek ditransfer ke lingkungan
buatan dimana mereka dapat terus bertahan dan berfungsi untuk kemudian diteliti.
Objek kultur dapat berupa sel, jaringan, ataupun spesimen cairan, misalnya
cairan vagina
Cairan vagina normal memiliki
ciri-ciri berwarna putih jernih, bila menempel pada pakaian dalam warnanya
kuning terang, konsistensi seperti lendir (encer-kental) tergantung siklus
hormon, tidak berbau serta tidak menimbulkan keluhan.
Ketika cairan yang keluar dari
vagina sudah mengalami perubahan warna (menjadi putih susu, keabuan, hingga
kehijauan), berbau, banyak dan disertai keluhan lain (seperti gatal, panas,
dll) menunjukkan bahwa telah terjadi keputihan abnormal yang umumnya disebabkan
karena infeksi pada saluran reproduksi oleh berbagai kuman, jamur ataupun
parasit.
A. Persiapan Alat :
1. Kapas lidi steril
2. Objek gelas
3. Bengkok
4. Sarung tangan
5. Spekulum
6. Kain kassa, kapas sublimat
7. Bengkok
8. Perlak
B. Prosedur Tindakan :
1. Memberitahu dan memberi penjelasan pada klien tentang
tindakan yang
2. Akan dilakukan.
3. Mendekatkan alat
4. Memasang sampiran
5. Membuka dan menganjurkan klien untuk menanggalkan
pakaian bagian bawah (jaga privacy pasien)
6. Memasang pengalas dibawah bokong pasien
7. Mengatur posisi pasien dengan kaki ditekuk (dorsal
recumbent)
8. Mencuci tangan
9. Memakai sarung tangan
10. Membuka labia mayora dengan ibu jari dan jari telunjuk
tangan yang tidak dominan
11. Mengambil sekret vagina dengan kapas lidi dengan
tangan yang dominan sesuai kebutuhan
12. Menghapus sekret vagina pada objek gelas yang
disediakan
13. Membuang kapas lidi pada bengkok
14. Memasukkan objek gelas ke dalam piring petri atau ke
dalam tabung kimia dan ditutup
15. Memberi label dan mengisi formulir pengiriman spesimen
untuk dikirim ke laboratorium
16. Membereskan alat
17. Melepas sarung tangan
18. Mencuci tangan
19. Melakukan dokumentasi tindakan
DAFTR PUSTAKA
PAP SMEAR :
Andrijono, (2008) Semua 20% Perempuan
Beresiko Kanker Serviks. http://www.Medicastore.com. Diambil 10 Juni 2008,.
Mansjoer, Arif M. 2000, Kapita Selekta
Kedokteran Edisi 3, Jakarta : Media Aesculapius.
Manuaba , I.B.G. 1999, Memahami
Kesehatan Reproduksi Wanita, Jakarta : EGC.
IVA :
Alimul Aziz. 2007. Metode Penelitian Kebidanan dan Teknik Analisa Data.
Jakarta: PT Rineka Cipta
Nursalam. 2009. Konsep dan Penerapan Metodologi
Penelitian Ilmu Keperawatan. Jakarta: Salemba Medika
Sukaca E. Bertiani.
2009. Cara Cerdas Menghadapi Kanker Servik (Leher Rahim). Yogyakarta: Genius
Printika
KURETASE
:
Mainak LR. Therapeutic Gynecologic Procedures. In:
Cherney AH, Pernoll ML ed.
Bernstein,
P, Strategies to Reduce the Incidence of Cesarean Delivery, XVI World Conggress
of the International Federation of Gynecology and Obstetric, 2000
ABORSI
:
Apuranto, H dan Hoediyanto. 2006. Ilmu Kedokteran
Forensik Dan Medikolegal. Surabaya: Bag. Ilmu Kedokteran Forensik dan
Medikolegal Fakultas Kedokteran UNAIR
Prawirohardjo, Sarwono. 2002. Ilmu Kebidanan. Jakarta: Yayasan Bina Pustaka
Sarwono Prawirohardjo
Dewi, Made Heny Urmila. 1997. Aborsi Pro dan Kontra di Kalangan Petugas Kesehatan.
Jogjakarta: Pusat Penelitian Kependudukan UGM
BIOPSI :
Makalah Kesehatan Reproduksi Remaja “Biopsi Endometrium/Mikrokuretase”.
(http://luphi-luck.blogspot.com/2012/01/v-behaviorurldefaultvmlo.html).
(Diakses pada 5 Desember 2014 pukul
10.00 WIB.
Prof. Dr. Mukawi, Tanwir Y. 1989. Teknik Pengelolaan Sediaan Histopatologi dan
Sitologi. Bandung : FKUI.
KULTUR
:
Bobak, K. Jensen. 2005. Perawatan
Maternitas. Jakarta: EGC
Tidak ada komentar:
Posting Komentar