BAB 1
PENDAHULUAN
1.1
Latar belakang
Sistem integumen adalah sistem organ
yang membedakan, memisahkan dan melindungi terhadap lingkungan sekitarnya. Sistem ini seringkali merupakan
bagian sistem organ yang terbesar yang mencakup kulit, rambut, bulu, sisik, kuku,
kelenjar keringat dan produknya (keringat atau lendir). Kata integumen berasal dari bahasa Latin
"integumentum", yang berarti "penutup".
Secara ilmiah kulit adalah lapisan terluar yang
terdapat diluar jaringan yang terdapat pada bagian luar yang menutupi dan
melindungi permukaan tubuh, kulit merupakan organ yang paling luas permukaan
yang membungkus seluruh bagian luar tubuh sehingga kulit sebagai pelindung
tubuh terhadap bahaya bahan kimia.
Kulit atau integumen dapat terserang penyakit. Penyakit kulit adalah penyakit
infeksi yang paling umum, terjadi pada orang-orang dari segala usia. Infeksi pada
kulit dapat terjadi salah satunya karena infeksi bakteri. Sebagian besar pengobatan infeksi
kulit membutuhkan waktu lama untuk menunjukkan efek. Masalahnya menjadi lebih mencemaskan
jika penyakit tidak merespon terhadap pengobatan. Tidak banyak statistik yang membuktikan bahwa frekuensi yang
tepat dari penyakit kulit, namun kesan umum sekitar 10-20 persen pasien mencari
nasehat medis jika menderita penyakit pada kulit.
1.2
Rumusan Masalah
1.
Bagaimana konsep
dasar dari penyakit hipertensi?
2.
Bagaimana konsep
asuhan keperawatan kepada pasien dengan hipertensi?
1.3
Tujuan
Penulisan
1.3.1
Tujuan Umum
Untuk memahami secara umum konsep dari Infeksi Bacterial Pada Integumen
1.3.2 Tujuan Khusus
1.
Agar mahasiswa mengetahui dan memahami mengenai sistem
integumen pada manusia.
2.
Agar mahasiswa mengetahui dan memahami infeksi pada kulit
yang disebabkan oleh bakteri
3.
Agar mahasiswa mengetahui dan memahami macam-macam infeksi
bakteri pada kulit
1.4
Manfaat
Penulisan
1. Dapat menambah wawasan pembaca mengenai
hal-hal apa saja yang perlu dipahami mengenai infeksi baktei pada sistem integumen
2. Bagi perawat atau tenaga
kesehatan dapat
membuat dan melaksanakan asuhan keperawatan pada pasien
yang menderita penyakit pada sistem integumen akibat
infeksi bakteri
BAB
2
PEMBAHASAN
2.1 Sistem Integumen
2.1.1 Pengertian Sistem Integumen
Kata
integumen ini berasal dari bahasa Latin "integumentum" yang berarti
"penutup". Sistem integumen atau biasa disebut kulit adalah sistem
organ yang membedakan, memisahkan, melindungi, dan menginformasikan manusia
terhadap lingkungan sekitarnya dan merupakan organ yang paling luas, dimana
orang dewasa luasnya mencapai lebih dari 19.000 cm.
Sistem
integumen meliputi kulit dan derivatnya. Kulit yang sebenarnya adalah lapisan
penutup yang umumnya terdiri atas dua lapisan utama yang letaknya disebelah
luar jaringan ikat, kendur.Sedangkan derivat integumen meliputi
struktur-struktur tertentu yang secara ontogeni berasal dari salah satu dari
kedua lapisan utama pada kulit yang sesungguhnya yaitu epidermis dan
dermis.Stuktur-struktur tersebut mencakup kulit, rambut, bulu, sisik, kuku,
kelenjar keringat dan produknya (keringat atau lendir).
2.1.2 Fungsi Integumen
1. Perlindungan
Kulit yang menutupi sebagian besar tubuh memiliki ketebalan
sekitar 1 atau 2 mm saja, padahal kulit memberikan perlindungan yang sangat
efektif terhadap invasi bakteri dan benda asing lainnya.
2. Sensibilitas
Ujung- ujung reseptor serabut saraf pada kulit memungkinkan
tubuh untuk memantau secara terus menerus keadaan lingkungan disekitarnya. Fungsi utama reseptor pada kulit
adalah untuk mengindra suhu, rasa nyeri, sentuhan yang ringan dan tekanan
(sntuhan yng berat). Berbagai ujung saraf bertanggung jawab untuk bereaksi
terhadap setiap stimuli yang berbeda. Meskipun terbesar diseluruh tubuh,
ujung-ujung saraf lebih terkonsentrasi pada sebagian daerah dibandingkan bagian
lainnya. Sebagai contoh, ujung-ujung jari tangan jauh lebih
terinervasi ketimbang kulit pada bagian punggung tangan.
3. Keseimbangan
Air
Stratum korneum (lapisan tanduk) memiliki kemampuan untuk
menyerap air dan dengan demikian akan mencegah kehilangan air serta elektrolit
yang berlebihan dari bagian internal tubuh dan pembertahankan kelembaban dalam
jaringan subkutan.
4. Pengaturan
Suhu
Suhu tubuh merupakan keseimbangan antara peningkatan
panas dan kehilangan panas. Mekanisme termoregulasi utama adalah hipotalamus.
Bila suhu tubuh meningkat mekanisme bekerja, sehingga panas dihilangkan dari
tubuh, bila suhu tubuh turun, panas diubah sampai suhu mendekati normal. Kulit
melakukan peran ini sengan cara mengeluarkan keringat dan mengerutkan (otot berkontraksi) pembuluh darah kulit
5. Produksi
Vitamin
Kulit yang terpajan sinar
ultraviolet dapat merubah subtansi yang diperlukan untuk mensintesis vitamin D
(kolekalsiferol). Vitamin D merupakan unsur esensial untuk mencegah penyakit
riketsia, suatu keadaan yang terjadi akibat defisiensi vitamin D, kalsium serta
fosfor dan yang menyebabkan deformitas tulang
2.1.3 Komponen Integumen
Secara rinci, integumen dapat
dibedakan sebagai berikut:
A.
Kulit
Kulit adalah bagian terluar tubuh. Beratnya ± 4,5 kg
menutupi area seluas 18 kaki persegi dengan BB 75 kg.
Dilihat dari strukturnya, kulit terdiri dari dua lapis, paling luar disebut epidermis tersusun atas epithelium,
skuamosa bergaris, dan lapisan di bawahnya disebut dermis tersusun dari
jaringan ikat tidak beraturan. Kedua lapisan tersebut berlekatan
dengan erat. Tepat di bawah dermis terdapat lapisan hypodermis atau fasia
superficial yang terutama tersusun dari jaringan adiposa yang bukan bagian dari
kulit. Lapisan ini banyak mengandung lemak.
a.
Epidermis
Epidermis merupakan permukaan kulit paling luar
dengan tebal ± 0,07 – 0,12 mm. Epidermis tersusun dari lapisan epitelium
bergaris, mengandung sel-sel pigmen yang memberi warna pada kulit dan berfungsi
melindungi kulit dari kerusakan oleh sinar matahari.
Epidermis terdiri dari beberapa lapis sel, yaitu:
1.
Stratum korneum (lapisan paling
luar), yang disebut juga lapisan bertanduk, karena lapisan ini tersusun dari
sel-sel pipih berkeratin yang merupakan sel-sel mati.
2.
Stratum lusidium, yaitu lapisan
di bawah stratum korneum yang nampak lebih terang disebabkan akumulasi dari
molekul keratin.
3.
Stratum granulosum, yaitu lapisan
di bawah stratum lusidium yang merupakan
daerah dimana sel-sel mulai mati karena terakumulasinya molekul bakal keratin
yang memisahkan sel-sel ini dari daerah dermal.
4.
Stratum germinativum, yaitu
lapisan epidermis yang berbatasan langsung dengan dermis.
b.
Dermis
Dermis tersusun atas jaringan ikat. Seperti pada epidermis, ketebalannya
tidak merata, misalnya dermis pada telapak tangan dan telapak kaki lebih tebal
daripada di bagian kulit yang lain.
Dermis terdiri dari dua daerah utama, yaitu:
1.
Lapisan papilar, merupakan
lapisan dermal paling atas, sangat tidak rata, bagian bawah papila ini nampak
bergelombang. Proyeksi seperti kerucut yang menjorok ke arah epidermis yang
disebut papila dermal. Jaringan kapiler yang banyak pada lapisan papilar
menyediakan nutrien untuk lapisan epidermal dan memungkinkan panas merambat ke
permukaan kulit. Reseptor sentuhan juga terdapat dalam lapisan dermal.
2.
Lapisan reticular, merupakan
lapisan kulit paling dalam, mengandung banyak arteri dan vena, kelenjar
keringat dan sebaseus, serta reseptor tekanan. Baik lapisan papilar maupun
lapisan retikuler banyak mengandung serabut kolagen dan serabut elastin. Pada
seluruh dermis juga mengandung fibroblas, sel-sel adiposa, berbagai jenis
makrofag yang sangat penting bagi pertahanan tubuh dan berbagai jenis sel yang
lain. Dermis juga memiliki banyak pembuluh darah, yang memungkinkan berperan
melakukan regulasi suhu tubuh. Dermis juga kaya akan pembuluh limfa dan
serabut-serabut saraf.
B. Derivat Kulit
Rambut, kuku, dan kelenjar kulit merupakan derivat
dari epidermis meskipun berada dalam dermis, mereka berasal dari stratum
germinativum yang tumbuh ke arah bawah ke bagian yang lebih dalam dari kulit.
a.
Kelenjar kulit
Kelenjar kulit dibedakan menjadi dua macam yaitu kelenjar sebasea (kelenjar
minyak) dan kelenjar keringat.
1.
Kelenjar minyak, terdapat hampir
di semua permukaan kulit kecuali di daerah-daerah yang tidak berambut seperti
telapak tangan dan telapak kaki. Saluran kelenjar minyak biasanya bermuara pada
bagian atas folikel rambut, dan langsung ke permukaan kulit, seperti pada glans
penis, glans klitoris, dan bibir. Sekresi kelenjar minyak disebut sebum,
berfungsi sebagai pelumas yang memelihara kulit tetap halus, serta rambut tetap
kuat.
2.
Kelenjar keringat, merupakan
kelenjar eksokrin yang ekskresinya dikeluarkan melalui pori-pori yang tersebar
luas di seluruh permukaan kulit. Kelenjar keringat dibedakan menjadi dua macam
berdasarkan sekresinya, yaitu: kelenjar ekrin dan kelenjar apokrin, kelenjar
ekrin tersebar di seluruh permukaan tubuh memproduksi keringat jernih yang
terutama mengandung air, NaCl, dan urea, sedangkan kelenjar apokrin dijumpai
pada ketiak dan daerah genital.
b.
Rambut
Rambut dijumpai di seluruh permukaan tubuh kecuali
pada permukaan tangan, permukaan kaki, dan bibir. Rambut dibungkus oleh folikel
rambut, yaitu suatu invaginasi epidermis yang terjadi selama periode
pertumbuhan dengan suatu pelebaran ujung yang dinamakan bulbus rambut. Di
bagian dalam dermis terdapat pita kecil dari otot polos yang disebut pili
arektor, menghubungkan salah satu sisi folikel rambut ke lapisan papila dermis.
Bila otot ini berkontraksi pada saat dingin atau takut, maka batang rambut akan
ditarik ke atas ke posisi yang lebih vertikal. Fenomena ini pada manusia sering
disebut “tegak bulu roma”.
c. Kuku
Kuku merupakan derivat epidermis yang berupa
lempeng-lempeng zat tanduk, terdapat pada permukaan dorsal ujung jari tangan
dan jari kaki. Kuku terdiri dari bagian akar dan bagian badan. Dilihat dari
atas, pada bagian proksimal badan kuku terdapat bagian putih berbentuk bulan
sabit yang disebut lunula.
2.2 Infeksi pada Kulit
2.2.1 Defenisi Infeksi pada Kulit
Infeksi
merupakan proses invasif oleh organisme dan berproliferasi di dalam tubuh
sehingga menimbulkan penyakit (Potter & Perry, 2005). Infeksi pada kulit dapat ditimbulkan salah satumya karena bakteri.
2.2.2 Infeksi Bakteri (Pioderma)
Infeksi bakteri pada kulit bisa primer atau sekunder. Pada kedua keadan ini, beberapa
jenis mikroorganisme dapat terlibat, misalnya Staphylococcus aureus atau
streptokus
grup
A.
1. Infeksi kulit primer
Infeksi kulit primer berawal dari kulit yang sebelumnya
tampak normal dan biasanya infeksi ini disebabkan oleh satu macam
mikroorganisme. Infeksi bakteri primer yang paling sering terjadi, antara
lain:
- Impetigo bulosa.
- Folikulitis.
- Furunkel (bisul).
- Karbunkel.
2. Infeksi kulit sekunder
Infeksi kulit sekunder terjadi akibat kelainan kulit yang
sudah ada sebelumnya atau akibat disrupsi keutuhan kulit karena cedera atau
pembedahan.
2.2.3 Etiologi dan Manifestasi Infeksi Bakteri
Terdapat
berbagai macam bakteri yang dapat menyebabkan penyakit pada tubuh manusia.
Infeksi bakteri dapat ditularkan melalui udara, air, tanah, makanan,
cairan dan jaringan tubuh serta benda mati. Bakteri patogen memiliki
kemampuan untuk menularkan, melekat dan menginvasi ke sel inang, toksikasi,
serta mampu mengelabuhi sistem imun, beberapa memiliki gejala dan beberpa lagi
asimptomatik.
Beberapa
bakteri yang dapat menyebabkan infeksi antara lain.
1.
Infeksi Bakteri Streptokokus
Bakteri ini dapat menyebabkan beberapa infeksi,
salah satunya selulitis. Sellulitis adalah infeksi bakteri serius pada kulit
yang umum terjadi. Cellulitis muncul sebagai daerah bengkak merah pada kulit
yang terasa panas dan lunak, dan dapat menyebar cepat. Kulit pada kaki bagian
bawah yang paling sering terkena, meskipun cellulitis dapat terjadi di manapun
pada bagian tubuh atau wajah.
Sellulitis dapat hanya mempengaruhi permukaan kulit
atau, juga dapat mempengaruhi jaringan di bawah kulit dan dapat menyebar ke
kelenjar getah bening dan aliran darah. Jika tidak diobati, infeksi dapat
menyebar cepat. Oleh karena itu, maka penting untuk mencari perawatan medis
segera jika gejala cellulitis terjadi.
Sellulitis terjadi ketika satu atau lebih jenis
bakteri masuk melalui celah di kulit. Dua jenis bakteri yang paling umum
penyebab cellulitis adalah streptococcus dan staphylococcus. Kejadian infeksi
staphylococcus yang lebih serius disebut methicillin resistant Staphylococcus
aureus (MRSA).
Meskipun selulitis dapat terjadi di manapun pada
tubuh, lokasi yang paling umum adalah kaki bagian bawah. Daerah kulit yang
sering terganggu, seperti bagian yang pernah menjalani operasi terakhir, luka,
luka tusuk, maag, atau dermatitis. Karena pada bagian tersebut merupakan daerah
yang paling mungkin bagi bakteri untuk masuk. Beberapa jenis gigitan serangga
atau laba-laba juga dapat menularkan bakteri. Daerah kering, kulit terkelupas
juga dapat menjadi titik masuk bagi bakteri.
Kemungkinan tanda dan gejala cellulitis meliputi:
1.
Kemerahan
2.
Bengkak
3.
Lunak
4.
Nyeri
5.
Hangat
6.
Demam
Perubahan pada kulit mungkin disertai dengan demam.
Seiring berjalannya waktu, daerah kemerahan cenderung untuk meluas.
Bintik-bintik merah kecil mungkin muncul di atas kulit yang memerah.
2.
Infeksi Haemophilus Influenzae
Bakteri ini merupakan penyebab penting selulitis superfisial sekunder pada
anak yang sering berhubungan dengan otitis media ipsilateral.
3.
Infeksi Bakteri Stafilokokus
a.
Folikulitis
Infeksi pada bagian superfisial
dari folikel rambut oleh Staphylococcus aureus menimbulkan pustula kecil
dengan dasar yang kemerahan pada tengah – tengah folikel. Sering
terlihat pada daerah dagu laki-laki
yang mencukur janggutnya dan pada tungkai wanita.
b.
Furunkel (bisul)
Merupakan inflamasi
kulit akut yang timbul dalam satu atau lebih folikel rambut dan menyebar ke
lapisan dermis sekitarnya. Lebih sering terjadi pada daerah yang mengalami
iritasi, seperti: posterior leher, aksila atau pantat (gluteus). Infeksi dalam folikel rambut yang disebabkan oleh S. Aureus. Manifestasinya
berupa timbul abses yang nyeri pada tempat infeksi dan sesudah beberapa hari
terjadi fluktuasi dan titik-titik yang merupakan pusat pustula. Begitu inti di
bagian tengah nekrosis hancur, lesi akan menghilang secara bertahap.
c.
Karbunkel
Merupakan abses pada
kulit dan jaringan subkutan yang menggambarkan perluasaan sebuah furunkel yang
telah menginvasi beberapa buah folikel rambut. Karbunkel paling sering
ditemukan pada daerah yang kulitnya tebal dan tidak elastis. Infeksi yang dalam oleh S. Aureus pada sekelompok folikel rambut
yang berdekatan. Manifestasi awal yang muncul adalah lesi berbentuk kubah yang
lunak serta kemerahan, setelah beberapa hari terjadi supurasi dan nanah keluar
dari muara- muara folikel.
d.
Impetigo
Infeksi superfisial yang menular
yang mempunyai dua bentuk klinis, yaitu nonbulosa dan bolusa. Impetigo
disebabkan oleh Streptokokus dan S. Aureus. Manifestasinya berupa
lesi yang dapat timbul dimana saja. Pada impetigo nonbulosa lesi awal berupa
pustula kecil, kemudian pecah dengan memperluas daerah eksudasi dan terbentuk
krusta yang akan lepas dan meninggalkan daerah kemerahan. Sedangkan pada
impetigo bulosa timbul lepuhan – lepuhan besar dan superfisial. Ketika lepuhan
besar tersebut pecah akan terjadi eksudasi dan terbentuk krusta, dan stratum korneum
pada bagian tepi lesi akan mengelupas kembali.
2.3.4 Patofisiologi Infeksi Bakteri
Infeksi bakteri
terjadi ketika terdapat inokulum bakteri yang jumlahnya mencapai 100.000
organisme per ml eksudat, atau per gram jaringan, atau per mm2 daerah
permukaan. Itu kemudian ditunjang dengan lingkungan yang rentan terhadap
bakteri seperti air, elektrolit, karbohidrat, hasil pencernaan protein, dan
darah. Hilangnya resistensi pejamu terhadap infeksi (sawar fisik yang
terganggu, respon biokimiawi/humoral yang menurun, respon selular yang
menurun).
` Bakteri
menimbulkan beberapa efek sakitnya dengan melepaskan senyawa berikut:
1.
Enzim
: Hemolisin, Streptokinase, Hialuronidase
2.
Eksotoksin
: Tetanus, Difteri yang dilepaskan bakteri intak gram positif
3.
Endotoksin :
Lipopolisakaridase (LPS) dilepaskan dari dinding sel saat kematian bakteri
Setelah kulit
terpapar bakteri, timbul respon inflamasi seperti rubor (kemerahan), tumor
(pembengkakan), dolor (nyeri), dan kalor (panas). Setelah itu rekasi
inflamasinya menetap, sedangkan infeksinya menghilang. Infeksi kemudian
menyebar melalui beberapa cara, yaitu:
1.
Langsung ke jaringan sekitar;
2.
Sepanjang daerah jaringan;
3.
Melalui sistem limfatik; dan
4.
Melalui aliran darah.
Setelah infeksi
menyebar, muncul abses. Abses ini merupakan respon kekebalan tubuh terhadap
infeksi yang muncul. Jika dirawat dengan baik, akan muncul jaringan granulasi,
fibrosis, dan jaringan parut. Namun jika tidak ditangani secara baik, akan
menyebabkan infeksi kronis, yakni menetapnya organisme pada jaringan yang
menyebabkan respon inflamasi kronis (Pierce & Borley, 2007)
2.2.5 Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Infeksi Bakteri
Berikut adalah faktor-faktor yang mempengaruhi infeksi
bakteri pada manusia:
a. Adhesi
Fimbriae
(pili) adalah struktur yang menyerupai rambut yang terdapat pada tubuh bakteri. Pili berfungsi membantu bakteri
menempelkan tubuhnya pada lokasi infeksi. Kondisi penempelan ini disebut
sebagai adhesi. Hal ini tidak terjadi secara kebetulan, reaksi tertentu
membantu terjadinya adhesi. Reseptor permukaan pada sel-sel
epitel dan struktur perekat (adhesin) pada permukaan bakteri terlibat dalam
reaksi adhesi ini. Struktur perekat (adhesin) terdapat pada fimbriae/pili. Adhesin mengandung faktor virulensi
yang membuat rantai virulen bakteri. Bila adhesin hilang, bakteri menjadi
avirulen. Jadi, orang yang diimunisasi dengan
adhesin tertentu akan membuat tubuh membentuk kekebalan terhadap infeksi
bakteri tertentu.
b. Daya Serang
Bakteri
yang menyerang jaringan tubuh inang bisa menimbulkan infeksi pada skala luas
atau hanya infeksi lokal. Misalnya, infeksi luka dapat menyebabkan
septikemia streptokokus yang merupakan jenis infeksi luas. Sedangkan infeksi abses
Staphylococcus lebih bersifat lokal.
c. Jenis Toksin
Bakteri mampu menghasilkan toksin yang menyebabkan infeksi
pada tubuh.
Ada dua jenis toksin yang dihasilkan
oleh bakteri, yaitu:
1.
Eksotoksin
Eksotoksin dapat berdifusi pada media
di sekitarnya dan sangat berbahaya meskipun dalam jumlah yang sangat sedikit. Terdapat
beberapa eksotoksin yang terkenal sebagai zat paling beracun di dunia, misalnya
toksin Botullinum. Satu juta marmut dapat dengan hanya 1 mg toksin Botullinum.
Eksotoksin umumnya dihasilkan oleh bakteri gran positif dan beberapa bakteri
bram negatif, seperti E. Coli, Cholera vibrio, dll. Eksotoksin menunjukkan
afinitas spesifik terhadap jaringan tertentu dan setiap eksotoksin memiliki
efek yang berbeda pada masing-masing inang.
2.
Endotoksin
Endotoksin
mudah hancur karena panas. Endotoksin merupakan bagian integral dari dinding
sel bakteri gram negatif. Endotoksin terbuat dari kompleks
polisakarida-protein-lipid yang sangat stabil terhadap panas. Lipid A merupakan
komponen yang mempengaruhi toksisitas endotoksin. Komponen ini akan dilepaskan
ke media sekitarnya hanya ketika dinding sel bakteri hancur. Endotoksin akan
berbahaya hanya ketika terdapat dalam jumlah banyak. Jenis toksin ini tidak
memiliki aktivitas farmakologis tertentu dan memiliki efek sama pada seriap
inang.
2.2.6 Macam - Macam Penyakit Infeksi Bakteri Pada Kulit
1.
Impetigo
Impetigo adalah infeksi bakteri akut yang terjadi secara
superfisial pada kulit sebagai vesikel serosa dan purulen yang kemudian ruptur
dan membentuk krusta emas. Serig terjadi pada anak. Lokasi umumnya adalah
wajah, tetapi dapat juga mengenai ekstrimitas. Organisme penyebabnya adalah
Streptococci β-hemolitik dan Staphylococci koagulase-positif.
2.
Folikulitis
Folikulitis adalah infeksi bakteri kulit yang berasal
dari dalam folikel rambut. Organisme penyebabnya biasanya Staphylococci. Lesi
dasarnya berupa papula atau makula kemerahan yang mengitari folikel rambut.
Faktor pencetusnya meliputi higiene yang buruk dan maserasi. Bila tidak diobati
dapat meluas ke batang rambut dan lapisan kulit yang lebih dalam. Pengobatan
biasanya dengan antibiotik sistemik.
3.
Bisul (Furunkel)
Bisul disebabkan karena adanya infeksi bakteri Stafilokokus
aureus pada kulit melalui folikel rambut, kelenjar minyak, kelenjar keringat
yang kemudian menimbulkan infeksi lokal. Faktor yang meningkatkan risiko
terkena bisul,
antara lain kebersihan yang buruk, luka yang terinfeksi, pelemahan
diabetes, kosmetika yang menyumbat pori dan pemakaian bahan
kimia. Beberapa kasus furunkel memerlukan terapi antibiotik
sistemik.
4.
Karbunkel
Karbunkel adalah abses stafilokokal besar yang
mengeularkan cairan melalui lubang pori-pori pada permukaan kulit. Hampir
setiap kasus karbunkel memerlukan terapi antibiotik sistemik.
5. Kusta atau Lepra
Kusta adalah penyakit infeksi kronis yang di sebabkan oleh Mycobacterium lepra yang interseluler obligat,
yang pertama menyerang saraf tepi, selanjutnya dapat menyerang kulit, mukosa mulut,
saluran nafas bagian atas, sistem endotelial, mata, otot, tulang, dan testis dan pembuluh
darah.
Penyakit ini disebut juga penyakit Hansen atau Penyakit Morbus Hansen . tanda dan
gejala utama lepra adalah adnya lesi kulit seperti makula, papula, nodula,
timbul tanpa rasa gatal, terasa panas setiap lesi atau invasi saraf yang terkena
tessenibilitas (sentuhan, suhu), gejala berupa febris, malaise, nyeri saraf,
tulang, sendi, rinitis, dll.
2.2.7 Penatalaksanaan
Jenis Infeksi
|
Penatalaksanaan
|
Impetigo
|
Topikal : membersihkan lesi dengan antiseptic. Bila lesi basah, lesi
dikompres dengan larutan permanganas kalikus 1/10.000. Bila lesi kering,
olesi dengan salep yang mengandung mupirosin 2%. Antibiotik topikal lain yang
dapat dipakai adalah asam fusidat dan gentamisin
Sistemik : obat pilihan ialah penisilin V per oral. Dapat juga diberikan
irtromisin, amoksisilin, atau sefalosporin.
|
Impetigo Bulosa
|
Topikal : sama dengan penatalaksanaan pada impetigo.
Sistemik : oral
Kloksasilin 50-100 mg/kgBB/hari dibagi dalam 2-4 dosis.
Dikloksasilin 25-50 mg/kgBB/hari
Floksasilin.
|
Folikulitis
|
Topikal : membersihkan lesi dengan air dan desinfektan. Memberikan salep
atau krim antiniotika.
Sistemik : antibiotik per oral misal ertromisin, klindamisin atau
sefaloseforin.
|
Furunkel dan Karbunkel
|
Lesi permulaan yang belum berfluktuasi dan belum bermata dikompres panas
dan diberi antibiotik oral (penisilin).
Jika lesi telah matang dan bermata dilakukan insisi dan drainase.
Antibiotik topikal yang dapat digunakan adalah basitrasin, neomisin, asam
fusidat atau muipirosin.
|
Selulitis
|
Topikal : jika lesi basah, kompres dengan permanganas kalikus. Jika
kering, olesi krim antibiotik.
Sistemik : berikan antibiotik per oral
|
2.2.8 Komplikasi
Pada kasus folikulitis, furunkel dan
karbunkel dapat menyebabkan terjadinya pembentukan jaringan parut, bakteremia
atau selulitis, dan penyebaran kuman yang meluas dapat menyebabkan cacat pada
katup jantung atau arthritis pada persendian. Selulitis sendiri juga bisa
mengarah pada terjadinya sepsis (selulitis yang tidak diobati) dan juga
penyebaran meluas ke lebih banyak jaringan tubuh. Selulitis pada ekstremitas
bawah lebih besar kemungkinan menjadi tromboflebitis pada pasien lansia.
BAB 3
ASUHAN KEPERAWATAN
3.1 Pengkajian
3.1.1
Anamnesa
1. Identitas/ data demografi
Identitas yang dikaji meliputi nama, usia, jenis kelamin,
pekerjaan yang sering terpapar sinar matahari secara langsung, tempat tinggal
sebagai gambaran kondisi lingkungan dan keluarga, dan keterangan lain
mengenai identitas pasien. Keluhan UtamaNyeri pada kulit dan perubahan bentuk
pada kulit
2. Riwayat Penyakit Sekarang
Berisi tentang kapan terjadinya penyakit kulit yang
diderita, apakah ada keluhan yang paling dominan seperti sering gatal/
menggaruk pada area mana, ada lesi pada kulit penyebab terjadinya penyakit, apa
yang dirasakan klien dan apa yang sudah dilakukan untuk mengatasi sakitnya
sampai pasien bertemu perawat yang mengkaji.
3. Riwayat penyakit keluarga
Adanya riwayat penyakit kulit akibat infeksi jamur, virus,
atau bakteri
4. Riwayat psikososial
Perasaan dan emosi yang dialami penderita sehubungan dengan
penyakitnya serta tanggapan keluarga terhadap penyakit penderita.
3.1.2
Pemeriksaan Fisik Integumen
1. Warna
Pemeriksaan fisik pada infeksi
bakteri, ditemukan karakteristik lesi adalah vesikel yang berkembang menjadi
sebuah bula kurang dari 1 cm pada kulit normal, dengan sedikit atau tidak ada
kemerahan disekitarnya. Awalnya vesikel berisi cairan bening yang menjadi
keruh.bula akan pecah, pabila bula pecah akan meninggalkan jaringan parut di
pinggiran..
2. Kelembapan
Kelembapan kulit yang dikaji adalah
tingkat hidrasi kulit terhadap basah dan minyak. Kelembapan biasa dipengaruhi
oleh usia. Semakin tua usia seseorang, kelembapan akan semakin menurun. Apabila
ada infeksi bakteri, virus, dan jamur maka kelembapan akan cenderung mengering
atau basah disekitar lesi.
3. Suhu
Suhu dikaji menggunakan dorsal
tangan secara keseluruhan. Dalam keadaan normal permukaan kulit akan terasa
hangat secara keseluruhan. Apabila ada infeksi biasanya akan memyebabkan
hipertermi.
4. Turgor
Turgor adalah elastisitas kulit.
Pengkajian fisik bisa dilihat dengan cara mencubit kulit, berapa lama kulit dan
jaringan dibawahnya kembali ke bentuk semula. Angka normal turgor < 3
detik.
5. Texture
Texture bisa dilihat dengan
menekankan ibu jari secara lembut ke daerah kulit.Normal terasa halus, lembut
dan kenyal.Abnormal terasa bengkak atau atrofi.
6. Lesi
Lesi dilihat dimana lokasinya,
distribusi, ukuran, warna, adanya drainase.
7. Edema
Edema adalah penumpukan cairan yang
berlebih pada jaringan.Pemeriksaan pitting edema dilakukan pada tibia dan
kaki.Yang perlu dikaji dari edema adalah konsistensi, temperature, bentuk,
mobilisasi.
8. Odor
Odor atau bau ditemui apabila ada
bakteri pada kulit, infeksi, hygine tidak adekuat.
9. Kuku
Inpeksi : ketebalan, waran, bentuk,
tekstur
Palpasi : CRT 3-5 detik.
3.2 Diagnosa
keperawatan
1.
Nyeri (akut) berhubungan dengan kerusakan saraf perifer
2.
Hipertermia berhubungan dengan proses inflamasi.
3.
Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan kerusakan
struktur lapisan dermis
4.
Gangguan citra tubuh berhubungan dengan lesi dan perubahan
struktur kulit
5.
Ansietas berhubungan dengan proses penyakit.
3.3 Intervensi dan Rasional
3.3.1
Nyeri (akut) berhubungan dengan gangguan kenyamanan
Ditandai
dengan :
1. Keluhan nyeri pada pasien
2. Perilaku melindungi/distraksi,
gelisah, merintih, focus pada diri sendiri, nyeri wajah,tegangan otot.
3. Respon otonomik.
Tujuan : dalam waktu 1x24 jam nyeri
dapat berkurang/hilang atau teradaptasi
Kriteria Hasil :
1. Secara subjektif melaporkan nyeri
berkurang atau dapat diadaptasi. Skala nyeri skala 0-5
2. Dapat mengidentifikasi aktivitas
yang meningkatkan atau menurunkan nyeri
3. Pasien melaporkan nyeri hilang
dengan spasme terkontrol, Pasien tampak rileks, mampu tidur/istirahat dengan
tepat.
Intervensi
|
Rasional
|
Mandiri
1. Catat lokasi, lamanya intensitas
(skala 0-10) dan penyebaran. Perhatikan tanda non-verbal, contoh peningkatan
TD dan nadi, gelisah, merintih, menggelepar.
2. Ajarkan teknik relaksasi nafas
dalam dan distraksi
3. Lakukan perawatan kulit dengan
tepat dan baik
4. Jelaskan penyebab nyeri
Kolaborasi
Berikan
obat analgesik
|
1.
Membantu mengevaluasi tempat obstruksi dan kemajuan
gerakan kalkulus. Nyeri panggul sering menyebar ke punggung, lipatan paha,
genitalia sehubungan dengan proksimitas saraf pleksus dan pembuluh darah yang
menyuplai area lain. Nyeri tiba-tiba dan hebat dapat mencetuskan ketakutan,
gelisah,
ansietas berat.
2.
Nafas dalam dapat meningkatkan asupan O2 sehingga
menurunkan sensasi nyeri, sedangkan pengalihan perhatian dapat menurunkan
stimulus nyeri
3.
Perawatan kulit dengan baik akan membuat px nyaman
sehingga mempercepat penyembuhan dan mengurangi resiko infeksi
4.
Pengetahuan pasien terhadap nyeri dapat membuat pasien
lebih patuh pada pengobatan.
Membantu mengurangi nyeri, Analgesik memblok
stimulus rasa nyeri
|
3.3.2
Hipertermia berhubungan dengan proses inflamasi.
Ditandai dengan:
1.
Suhu lebih tinggi dari 37,80C per oral atau 38,80C
per rectal.
2.
Kulit hangat.
3.
Takikardia.
Tujuan : dalam waktu 1x24 jam suhu
tubuh dapat normal kembali
Kriteria Hasil :
1. Suhu tubuh normal (36-37 C)
2. Individu mempertahankan suhu
tubuh.dalam rentan normal
Intervensi
|
Rasional
|
1. Monitor suhu tubuh pasien
2. Ajarkan klien pentingnya
mempertahankan asupan cairan yang adekuat (> 2000 ml/hari kecuali terdapat
kontraindikasi penyakit jantung atau ginjal)
3. Pantau asupan dan haluaran pasien.
4. Kolaborasi pemberian
analgesik-antipiretik
.
|
1. Peningkatan suhu tubuh yang
berkelanjutan pada pasien akan memberikan komplikasi pada kondisi penyakit
yang lebih parah dimana efek dari peningkatan tingakat metabolisme umum dan
dehidrasi akibat hipertermi.
2. Selain sebagai pemenuhan hidrasi
tubuh, juga akan meningkatkan pengeluaran panas tubuh melalui sistem
perkemihan, maka panas tubuh juga dapat dikeluarkan melalui urine
3. Untuk menjaga asupan cairan tubuh
supaya tidak terjadi dehidrasi. Dehidrasi salah satu pencetus hipertermi
4. Analgesik diperlukan untuk
penurunan rasa nyeri dan antipiretik digunakan untuk menurunkan panas tubuh
dan memberi rasa nyaman pada pasien.
|
3.3.3
Ansietas berhubungan dengan proses penyakit.
Ditandai dengan:
1. Peningkatan frekuensi jantung
2. Insomnia
3. Gelisah
4. Ketakutan
Tujuan : dalam waktu 1x24 jam ansietas dapat berkurang/hilang
atau teradaptas
Kriteria
Hasil : Pasien menyatakan peningkatan kenyamanan psikologis dan fisiologis.
Intervensi
|
Rasional
|
1. Kaji tingkat ansietas: ringan,
sedang, berat.
2. Beri kenyamanan dan ketentraman
hati
1. Dampingi pasien
2. Jelaskan tentang penyakitnya.
3. Berbicara dengan perlahan dan
tenang.
4. Jangan membuat tuntutan.
5. Beri kesempatan klien untuk
mengungkapkan rasa cemasnya.
|
1.
Untuk menentukan tingkat keparahan ansietas supaya dapat
ditentukan penanganan yang tepat
2.
Supaya pasien lebih tenang karena pendampingan perawat dan
ketika pasien mengetahui tentang proses penyakitnya, pasien akan bisa lebih
tenang
|
3.3.4
Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan kerusakan
struktur lapisan dermis
Ditandai dengan:
1. Gangguan jaringan epidermis dan
dermis.
2. Adanya lesi (primer, skunder)
3. Eritema
4. Pruritus.
Tujuan
: dalam waktu 3x24 jam, kulit pasien dapat mengalami penyembuhan
Kriteria
Hasil :
1. Individu menunjukkan penyembuhan
jaringan progresif
2. Berkurangnya gangguan jaringan
epidermis, lesi, eritema, dan pruritis
Intervensi
|
Rasional
|
1. Kaji kondisi luka klien (area,
warna, bau, kelembaban, turgor).
2. Tingkatkan asupan protein dan
karbohidrat untuk mempertahankan keseimbangan nitrogen positif.
3. Masase dengan lembut kulit sehat
disekitar area yang sakit.
4. Lakukan perawatan intensif
terhadap kulit dengan perawatan dan obat yang sesuai dengan lesi/luka yang
dialami klien.
|
1. Untuk memperlancar sirkulasi
2. Penanganan dan pemberian obat yang
sesuai dengan kondisi kulit pasien dapat mempercepat penyembuhan jaringan
3. Menjadi informasi dasar untuk
memberikan informasi intervensi perawatan luka selanjutnya.
4. Dengan asupan nutrisi yang cukup
membuat proses penyembuhan semakin cepat
|
3.3.5
Gangguan citra tubuh berhubungan dengan perubahan struktur
kulit
Ditandai dengan:
1. Respon negatif verbal atau nonverbal
2. Tidak melihat bagian tubuh tertentu.
3. Perubahan dalam keterlibatan social
Tujuan
: dalam waktu 1x24 pasien dapat menerima keadaan tubuhnya
Kriteria
Hasil :
1. Pasien mengungkapkan dan
mendemonstrasikan penerimaan penampilan (kerapian, pakaian, postur, pola makan,
kehadiran diri).
2. Pasien mengimplementasikan pola
penanganan baru
Intervensi
|
Rasional
|
1.
Dorong individu untuk mengekspresikan perasaan, khususnya
mengenai pikiran, perasaan, pandangan dirinya.
2.
Dorong individu untuk bertanya mengenai masalah,
penanganan, perkembangan, prognosis kesehatan.
3.
Beri informasi yang dapat dipercaya dan perkuat informasi
yang telah diberikan.
4.
Anjurkan orang terdekat untuk memberikan support system
terhadap perubahan fisik dan emosional.
5.
Dorong kunjungan teman sebaya dan orang terdekat.
|
1. Membuat pasien dan percaya diri
2. Informasi dapat membuat pasien
lebih lebih tahu tentang permasalahannya
3. Orang terdekat mempunyai pengaruh
lebih dominan ntuk membantu pasien menerima keaadaannya sekarang ketika sudah
di masyarakat.
4. Untuk membuat pasien bisa menerima
keaadaannya sekarang
5. Mengungkapkan perasaannya membuat
pasien merasa lebih nyaman setelah.
|
BAB 4
PENUTUP
4.1 Kesimpulan
Infeksi kulit tidak hanya dapat menimbulkan masalah kesehatan fisik
namun juga masalah psikis dan ekonomi sosial seseorang. Infeksi kulit dapat disebabkab karena bakteri, yang mana
bakteri sendiri terdiri dari beberapa janis. Infeksi
bakteri terdiri dari impetigo, folikulitis, furunkel, dan karbunakel. Penatalaksanaan infeksi
kulit tergantung pada penyebabnya infeksi
itu sendiri. Masing-masing penyakit akibat infeksi bakteri juga memiliki
penatalaksanaan tersendiri. Penyakit kulit akibat infeksi bakteri harus benar-benar
diwaspadai, karena penyakit-penyakit tersebut dapat menyebabkan komplikasi
penyakit pada tubuh.
4.2 Saran
Diharapkan dengan adanya makalah ini kita menjadi lebih mengerti tanda dan gejala
dari infeksi kulit, terutama infeksi
kulit akibat infeksi bakteri. Diharapkan pula, kita dapat mengerti cara
penatalaksnaan terhadap penyakit kulit akibat infeksi bakteri, sehingga dapat
mengatasi atau melakukan pengobatan dini terhadap penyakit infeksi bakteri
tersebut. Makalah ini jauh dari kata sempurna, maka
kami mengharapkan masukan agar akan lebih baik lagi kedepannya.
DAFTAR PUSTAKA
Brown, Robin Graham & Tony Burns.
2002. Lecture Notes on Dermatology Ed. 8. English: Blackwell Science
Ltd.
Harahap, Marwali. 2001. Ilmu
Penyakit Kulit. Jakarta: Hipokrates.
Jennifer P. Kowalak, William Welsh,
Brenna Mayer. 2003. Buku Ajar Patofisiologi.Jakarta: Penerbit Buku
Kedokteran EGC
Price, Sylvia A dan Lorraine M. Wilson.
2005. Patofisiologi: konsep klinis proses-proses penyakit. Jakarta:
EGC
Tidak ada komentar:
Posting Komentar